ABSTRACTMore than two decades government applied the Assessment List of the Performance Implementation (abbreviated, DP3: Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) to assess the work achievement of the civil servant which is appointed through Government Regulation No.10 in 1979. As long as its implementation, the assessment instrument of the work achievement for the civil servant not yet changed or revised neither the substance aspect nor the mechanism of its procedure. In its development when the paradigm of public administrative experienced the change lately DP3 is gazed not relevant to used as the implement of achievement assessor on human resources of the government profession. The implementation of DP3 does not give the significant impact for the management of the civil servant that caused DP3 could not become the objective implement that could be relied on by each government profession to receive the benefit from being carried out of the achievement of the work assessment. DP3 until now is only the bundle yearly that its function only to satisfy the administrative requirement. Until now the utilization of DP3 only for the need of the mutation, the promotion and the salary increase periodically, in fact the assessment function of the work achievement of the civil servant management necessarily could be widened in order to increase the achievement of the government profession and the organization.
Municipal Government of Yogyakarta really cared on the increase efforts in the work achievement and gaze that DP3 has been inappropriate with the requirement for the individual and the organization. Therefore Municipal Government of Yogyakarta compiled the assessment instrument of the work achievement that being enrich of the DP3 implement for considering the work achievement and management. This instrument is the Score Implement of the Work Achievement (abbreviated, APKP: Alat Penilaian Kinerja Pegawai) that its substance same with DP3 especially being linked with elements of the assessment. However from the aspect of the mechanism and the procedure, this assessment is very difference with DP3. This could become added value for APKP compared with DP3, which APKP could become alternative for the achievement assessment on the government profession which could more be relied on than DP3. Municipal Government of Yogyakarta at this time use DP3 and APKP to carried out the implement of work achievement. DP3 is still carried out because this normative implement juridical became the assessment implement of the work achievement in the civil servant management system. Whereas APKP is enrich of DP3, since the results of the APKP assessment converted through DP3.
This research use the qualitative approach that meant to explore the differences and problems dealt with the implementation of the assessment instrument of DP3 and APKP from the perspective of the procedure and the assessment mechanism and also the follow-up of the assessment in order to increase the work achievement. The two assessment implements had several equalities and the difference in accordance with the characteristics and factors that formed the background of the compilation of this assessment implement. The equality between DP3 and APKP are the element of the assessment that used, the assessment ray that caused such as hallo effect, and the follow-up produced by these assessment implements that not yet clear for the government profession.
Whereas the difference are the determination of the professional who will carried out this achievement, if DP3 is only considered by the superior then in APKP the assessment could be carried out by the management, the staff, the workmate and other to become the assessor. Moreover the assessment period of APKP twice in a year whereas DP3 is yearly, APKP used in the wider scope that consider the work achievement such as the passing in the course, the passing in the task and studying permission, and also the other aspect where this does not met in DP3.
DP3 and APKP are two assessment implements of the work achievement that important to continue to be carried out together. DP3 fill the normative juridical aspect in the civil servant system whereas APKP is guided to receive the clearer work achievement at glance. Nevertheless in fact DP3 already to be replaced with the other assessment implement of the work achievement that matched the development and the latest requirement on the importance on the implement of the achievement assessment. Whereas APKP must be the implement of the assessment on work achievement that compiled by Municipal Government of Yogyakarta continue to be developed especially in explication elements of the assessment that necessarily could reflect the work achievement. The study and development of APKP must be carried out in a comprehensive and deep manner towards all the aspects that were related to the assessment of the civil servant achievement so this implement could give the real contribution for its management in Municipal Government of Yogyakarta
ABSTRAKLebih dari dua dasawarsa pemerintah menerapkan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) untuk menilai prestasi kerja pegawai negeri sipil (PNS) yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979. Sepanjang pelaksanaannya, instrumen penilaian prestasi kerja pegawai negeri sipil tersebut belum sekalipun mengalami perubahan atau revisi baik dari aspek substansi maupun prosedur mekanisme penilaiannya. Dalam perkembangannya ketika paradigma administrasi publik mengalami perubahan seperti pada masa sekarang ini DP3 dipandang sudah tidak relevan lagi untuk digunakan sebagai alat untuk menilai prestasi dan kinerja sumber daya manusia aparatur pemerintah. Pelaksanaan DP3 tidak memberi dampak yang berarti bagi pengelolaan kepegawaian negeri sipil, hal ini disebabkan DP3 tidak mampu menjadi alat yang obyektif yang dapat diandalkan oleh setiap pegawai untuk memperoleh manfaat dari dilaksanakannya penilaian prestasi kerja mereka. DP3 selama ini hanya merupakan berkas isian tahunan yang fungsinya hanya untuk memenuhi kebutuhan administratif saja. Selama ini pemanfaatan DP3 hanya untuk keperluan mutasi, kenaikan pangkat dan kenaikan gaji berkala, padahal fungsi dan kegunaan penilaian prestasi kerja pegawai mestinya dapat diperluas dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai dan organisasi.
Pemerintah Kota Yogyakarta sangat peduli terhadap upaya peningkatan kinerja pegawai dan memandang DP3 sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan individu dan organisasi. Maka dari itu Pemerintah Kota Yogyakarta menyusun instrumen penilaian kinerja pegawai yang dimaksudkan untuk menjadi alat pendamping bagi DP3 dalam menilai prestasi dan kinerja pegawai. Instrumen tersebut adalah Alat Penilaian Kinerja Pegawai (APKP) yang dari sisi substansi sebenarnya tidak jauh beda dengan DP3 khususnya berkaitan dengan unsur-unsur penilaiannya. Namun dari aspek mekanisme dan prosedur penilaian kedua alat tersebut memiliki perbedaan. Hal inilah yang dapat menjadi nilai tambah bagi APKP dibandingkan dengan DP3, dimana APKP dapat menjadi alternatif bagi penilaian prestasi dan kinerja pegawai yang dapat lebih diandalkan dibandingkan DP3.
Pemerintah Kota Yogyakarta saat ini menggunakan DP3 dan APKP untuk menilai prestasi dan kinerja pegawai. DP3 masih dilaksanakan sebab secara yuridis normatif alat inilah yang menjadi alat penilaian prestasi kerja yang sah dalam sistem manajemen pegawai negeri sipil. Sedangkan APKP dimaksudkan sebagai pendamping DP3, dimana hasil penilaian melalui APKP dikonversikan ke dalam DP3.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dimaksudkan untuk mengeksplorasi perbedaan-perbedaan dan masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan instrumen penilaian kinerja baik melalui DP3 maupun APKP dilihat dari perspektif prosedur dan mekanisme penilaian serta tindak lanjut hasil penilaian dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai.
Kedua alat penilaian tersebut memiliki sejumlah persamaan dan perbedaan sesuai dengan karakteristik dan faktor-faktor yang melatarbelakangi penyusunan alat penilaian tersebut. Persamaan antara DP3 dan APKP antara lain meliputi : unsur penilaian yang digunakan, bias penilaian yang ditimbulkan seperti hallo effect, dan tindak lanjut hasil penilaian kedua alat tersebut yang belum jelas bagi pegawai.
Sedangkan perbedaan dari kedua alat tersebut diantaranya adalah : penentuan pegawai yang akan menilai kinerja seseorang, apabila DP3 hanya dinilai oleh atasan maka dalam APKP penilaian dapat dilakukan oleh pimpinan, bawahan, rekan kerja dan lainnya untuk menjadi penilai. Selain itu periode penilaian APKP dua kali dalam setahun sedangkan DP3 sekali setahun, APKP digunakan dalam lingkup yang lebih luas untuk menilai prestasi dan kinerja pegawai seperti kelulusan dalam diklat, kelulusan dalam tugas dan ijin belajar serta aspek lain dimana hal ini tidak terdapat dalam DP3.
DP3 dan APKP adalah dua alat penilaian prestasi dan kinerja pegawai yang sama-sama penting untuk tetap dilaksanakan. DP3 disini untuk memenuhi aspek yuridis normatif dalam sistem kepegawaian negeri sipil sedangkan APKP diarahkan untuk memperoleh gambaran dan potret yang jelas terhadap prestasi dan kinerja pegawai. Namun demikian sebenarnya DP3 sudah waktunya untuk diganti dengan alat penilaian prestasi dan kinerja yang baru disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan terkini tentang pentingnya suatu alat penilaian kinerja. Sedangkan APKP sebagai alat penilaian kinerja yang disusun oleh Pemerintah Kota Yogyakarta perlu terus dikembangkan khususnya dalam penjabaran unsur-unsur penilaian yang seharusnya dapat lebih mencerminkan prestasi dan kinerja pegawai. Kajian dan pengembangan APKP harus dilakukan secara lebih komprehensif dan mendalam terhadap segala aspek yang terkait dengan penilaian prestasi dan kinerja pegawai negeri sipil sehingga alat tersebut dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi pembinaan dan pengelolaan pegawai negeri sipil di Pemerintah Kota Yogyakarta.