Pokok permasalahan penelitian ini : (1) Mengapa terjadi perbedaan persepsi antara pemerintah dan pengusaha PKP2B mengenai tunggakan DHPB. Apakah pengusaha PKP2B tersebut telah merugikan keuangan Negara dan dapat dituntut; (2) Bagaimana sikap pengadilan atas dispute DHPB tersebut. Apakah pengadilan telah menyelesaikan dispute DHPB secara tuntas; (3) Langkah apa yang sebaiknya ditempuh pemerintah untuk dapat segera menyelesaikan dispute DHPB dengan pengusaha PKP2B, mencegah timbulnya masalah tunggakan DHPB di kemudian hari, dan mencegah penurunan nilai DHPB dan royalti batubara karena transfer pricing.
Metode penelitian yang digunakan adalah analisa kualitatif dengan sifat dan bentuk laporan yang deskriptif-analitis-preskriptif, serta dengan teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan. Sebagai hasil penelitian : (1) menurut pengusaha PKP2B tidak ada tunggakan DHPB karena dikompensasi dengan PPN masukan. Sementara menurut pemerintah ada tunggakan DHPB karena kompensasi tidak secara otomatis dan DHPB harus dibayar dulu, baru kemudian mengajukan restitusi PPN, mengingat DHPB dan PPN merupakan dua hal yang berbeda dan sesuai dengan asas bruto. Pengusaha PKP2B tidak merugikan keuangan Negara dan tidak dapat dituntut. (2) Pengadilan cenderung mengabulkan gugatan pengusaha PKP23, namun pengadilan belum menyelesaikan dispute DHPB secara tuntas. (3) Langkah yang sebaiknya ditempuh pemerintah : (a) penyelesaian dispute DHPB secara damai melalui mekanisme kompensasi DHPB dengan PPN (b) menghilangkan disharmoni antara PP No.' 144/2000 dengan UU PPN No. 18/2000 dan mengikuti PKP2B yang berifat nail down sehingga pengusaha PICP2B tidak membayar PPN tetapi membayar PPn. (c) mengubah DHPB dan royalti batubara dari bentuk tunai menjadi bentuk batubara.