Desentralisasi & otonomi daerah adalah perubahan besar (big-bang) bagi Indonesia. Sejak diberlakukannya UU No. 22/1999 tentang pemerintahan daerah , kebijakan pemekaran daerah mengalami perubahan yg signifikan. Selama pemerintahan orde baru , pemekaran relatif stagnan dan cenderung top - down policy. Saat ini pemekaran daerah adalah Bottom - Up Policy. Sejak 1999 hingga Januari 2008 telah terbentuk 164 daerah baru yg terdiri dari 7 provinsi baru,, 134 kab. baru, & 23 kota baru. Permasalahan timbul ketika pemekaran daerah lebih dilihat sebagai fenomena politik tanpa melihat persyaratan teknis proseduralnya. Akibatnya banyak daerah yg tdk berkinerja secara optimal . oleh karena itu evaluasi terhadap kinerja/ dampak dr kebijakan pemekaran sangat diperlukan. Tujuan dr studi ini adalah pertama, mengevaluasi perkembangan & dampak pelaksanaan pemekaran daerah di tingkat kab.-kota utamanya dlm. hal perkembangan ekonomi, keuangan pemerintah , pelayanan publik, & kapasitas aparatur & rentang kendali . Kedua mengidentifikasi permasalahan yg muncul atas dilaksanakannya pemekaran daerah. Keempat menyusun & merumuskan rekomendasi kebijakabn berkaitan dengan pemekaran daerah beserta usulan-usulannya yg masih & akan diajukan oleh beberapa daerah. Ada beberapa metode evaluasi yg digunakan dlm studi ini . Pertama metode indeksasi dengan terlebih dahulu membentuk kelompok control - treatment untuk melakukan komparasi apple to antara daerah otonom baru dengan daerah bukan DOB 9Induk & kontrol) ,kedua evaluasi akan dilakukan dengan menggunakan metode metode propensity score matching untuk mencarai rerata dampak (Average Treatment Effect) dari suatu kebijakanpemekaran. Studi ini mengindikasikan bahwa kebijakan pemekaran belum berhasil mensejahterakan masyarakat di daerah pemekaran. beberapa rekomendasi untuk kebijakan pemekaran ini diantara pembenahan dlm proses pengusulan. kedua, pemerintah DOB harus memiliki syarat kapasitas minimal tertentu . ketiga, perlunya alternatif kebijakan selain pemekaran pd level kab./kota yati pemekaran di level kec./desa, kemudian tdk memberikan insentif fiskal utk memekarkan diri. Terakhir pengelolaan & pengaturan penyediaan layanan publik hendaknya memperhatikan keberagaman konidisi geografis daerah & bukan pd populasi saja.