Tesis ini membahas mengenai fenomena pembatalan perjanjian transaksi derivatif di Indonesia. Penulisan tesis ini menggunakan studi kasus beberapa putusan yaitu Putusan Nomor 671/Pdt.G/2009/PN.JKT.SEL, Putusan Nomor 24/Pdt.G/2009/PN.JKT.SLT, dan Putusan Nomor 81/Pdt.G/2009/PN.JKT.PST. Selain itu, tesis ini juga membahas pentingnya peranan Notaris dalam pembuatan perjanjian transaksi derivatif yang bertujuan untuk meminimalisasi risiko permbatalan perjanjian transaksi derivatif. Penelitian ini menyarankan agar para pihak, bank dan nasabah, dalam membuat perjanjian transaksi derivatif seyogyanya menggunakan jasa Notaris untuk membuat perjanjian transaksi derivatif dalam bentuk akta otentik (akta Notaris) yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna sehingga para pihak sulit menemukan celah untuk mendalilkan bahwa ia tidak mengakui dan/atau tidak mengetahui perjanjian yang dibuatnya.
The goal of this paper is to analyse the annulment of derivative transaction agreements in Indonesia using several case studies such as Decision No. 671/Pdt.G/2009/PN.JKT.SEL, Decision No. 24/Pdt.G/2009/PN.JKT.SLT, and Decision No. 81/Pdt.G/2009/PN.JKT.PST. Moreover, it will also discuss the importance of Notary in the process of making derivative agreements. In order to make foolproof agreements, both parties, bank and costumer, are advised to make use of the Notary's services to ensure that the derrivative transaction agreement is recognized as an 'authentic act'. With an authentic act ('Notary Act'), the risks of derivative transactions can be reduced. Since it becomes more difficult for both parties to find loopholes and disavow the related agreements that they have signed.