ABSTRAKSkripsi ini mengangkat tema tentang kebijakan Wet Inburgering Nieuwkomers atau kebijakan integrasi negeri Belanda terhadap penyelesaian konflik yang terjadi antara Allochtonen dengan Autochtonen periode 1998-2008. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan kualitatif dan landasan
penelitiannya adalah studi kasus. Dengan studi kasus diharapkan dapat meneliti sebanyak mungkin data mengenai subjek yang diteliti. Sedangkan dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif adalah agar pada penulisan ini didapat pemahaman yang mendalam mengenai sebuah konflik etnis.
Skripsi ini menggunakan teori konflik milik Samuel Huntington sebagai pisau analisa utama dan didukung oleh teori-teori lain yang relevan dengan tema yang diangkat. Pada tahun 1998 pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan integrasi yang bernama Wet Inburgering Nieuwkomers dalam usahanya untuk melancarkan proses integrasi antara Allochtonen dengan Autochtonen. Kebijakan tersebut sempat
direvisi sebanyak dua kali yaitu pada tahun 2004 dan tahun 2007. Kebijakan yang direvisi pada tahun 2007 cukup berhasil mengintegrasikan Allochtonen dengan Autochtonen namun pola pikir masyarakat Belanda yang masih menganggap bahwa budaya Islam tidak sejajar dengan budaya liberalisme masih menjadi penghalang dalam proses integrasi masyarakat muslim tersebut.
AbstractThis undergraduate thesis mainly discussed the Wet Inburgering Nieuwkomers policy or the domestic integration policy concerning conflict between Allochtonen with Autochtonen at 1998-2008 time periods. This thesis using qualitative method to get deeper descriptive understanding and using case study, hoping that the research could find more data or information regarding the subject on the study.
This thesis is borrowing conceptual framework from Samuel Huntington as its main theoretical analysis and using several relevant theories to support the discussions. In 1998, The Netherlands governments issued integration policy named Wet Inburgering Nieuwkomers as its efforts to solve the conflict between Allochtonen and Autochtonen. The policy itself has undergone two amendments, in 2004 and 2008, and successfully assimilates the two opposed sides. The problem left is that the way of thinking in the majority of Netherlands people which considering that Moslems culture did not suits the liberalism culture in that country still became the biggest problem for the integration of both sides.