Penelitian ini mengangkat masalah praktek adat larian yang ada di Lampung. Adat larian atau sebambangan ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu yang dilakukan suka sama suka atau sebambangan dan yang dilakukan secara paksa atau nunggang. Praktek adat larian terutama yang dilakukan secara paksa ternyata mengakibatkan terjadinya konflik nilai diantara pihak yang terlibat didalamnya. Konflik yang terjadi ini tidak hanya melibatkan pihak suku asli dan pendatang namun juga terjadi diantara suku Lampung itu sendiri. Permasalahan ini kemudian menjadi semakin unik ketika ada peran hukum adat dan hukum pidana dalam penyelesaiannya.
This research is tried to describe the implementation of adat larian in Lampung. Adat larian can be dividing into two forms, elopement (sebambangan) and marriage by abduction (nunggang). Apparently the implementation of adat larian especially nunggang made conflict between the actors that involved in it. This conflict involves not only the origin group and the migrants but this conflict happened in the origin group too. This phenomenon is become more unique when the ancient law and the criminal law take place to solve this problem.