Latar belakang masalah dari tesis ini adalah berkenaan dengan pemberian insentif perpajakan sebagai salah satu implementasi fungsi pajak untuk mengatur. Fungsi utama pajak adalah menghasilkan penerimaan negara sebagai penggerak roda pembangunan adapun fungsi lainya pajak adalah fungsi mengatur sebagai instrumen untuk mendorong atau memproteksi sektor - sektor tertentu yang diinginkan pemerintah. Pemberian insentif perpajakan harus dilakukan dengan hati - hati mengingat bila salah sasaran , akan dapat mengamputasi fungsi mengatur pajak itu sendiri . Adapun salah satu implementasi fungsi mengatur Pemerintah tersebut di realisasikan pada awal tahun 2007, melalui PP Nomor 7 /2007, dimana pemerintah memberikan insentif perpajakan dibidang PPN berupa pembebasan PPN untuk komodti primer hasil pertanian. Pada saat yang bersamaan terlihat bahwa tahun 2005 realisasi penerimaan pajak adalah sebesar Rp. 346,8 triliun dan lebih rendah Rp 5,2 triliun dari sasaran yang diharapkan sebesarRp.352 triliun. dan pada tahun 2006 shortfall antara 8,5 triliun hingga 17 triliun atau hanya mencapai 96 sampai dengan 98% dari target yang direncanakan. Keadaan diatas tentunya mengharuskan pemerintah menghitung secara cermat berapa potensial loss penerimaan apabila akan mengeluarkan suatu kebijakan.
Pokok permasalahnya dari tesis ini adalah Berapa besar pengaruh pemberian insentif perpajakan berupa dibebaskan dari pengenaan PPN atas penyerahan dan impor produk pertanian yang bersifat strategis terhadap potensi penerimaan PPN dan Faktor - faktor apa yang mendorong sektor pertanian untuk meminta pemberian insentif PPN atas penyerahan dan impor produk pertanian.
Metode penelitian dari tesis ini adalah menggunakan tipe penelitian deskriptif analitis. Metoda pengumpulan data terdiri dari studi kepustakaan , buku- buku karya ilmiah dan sumber - sumber lainnya seperti jurnal dan internet. Adapun penghitungan perkiraan potensi pajak yang hilang akibat pemberlakuan PP no. 7 tahun 2007 tersebut menggunakan metoda perhitungan yang pernah dilakukan oleh Stephen V Marks dengan menggunakan tabel - Input Output. Perhitungan besarnya potensi PPN yang hilang dilakukan dengan menghitung selisih antara perhitungan potensi PPN dengan menggunakan tabel input - output dengan kondisi sebelum PP Nomor 7 /2007 dan setelah diterapkan PP no. 7 tahun 2007.
Argumentasi yang digunakan agar Produk pertanian mendapat perlakuan dikecualikan dari pengenaan PPN antara lain karena umumnya petani bergerak pada sektor informal dan kebanyakan dari mereka tidak menyelenggarakan pembukuan. Kalaupun mereka telah menyelenggarakan pembukuan pada umumya pembukuan mereka tidak teradministrasi dengan baik. Disamping itu ada persepsi pada masyarakat bahwa pengenaan PPN pada produk pertanian akan menyebabkan harga jual komoditi tersebut menjadi lebih mahal atau dari sisi produsen akan menyebabkan keuntungan menjadi lebih kecil. Disamping itu pengenaan PPN pada produk pertanian adalah suatu hal yang sensitif secara politik.
Secara teori sesuai dengan legal character PPN, Pajak ini bersifat netral terhadap pilihan seseorang untuk mengkonsumsi suatu barang/jasa. Adapun permasalahan penyelenggarakan pembukuan yang tidak teradministrasi dengan baik bukan hanya dialami oleh petani tetapi adalah masalah pengusaha kecil pada umumnya. Memberikan fasilitas pembebasan pada produk pertanian pada akhirnya akan menambah beban biaya pada petani. Karena pajak masukan untuk menghasilkan produk tersebut seperti pupuk, petisida, mesin pertanian, makanan ternak, dan pajak masukan lainya tidak dapat dikreditkan dan dibebankan sebagai biaya. Pada akhirnya semua beban pajak masukan tersebut akan menjadi komponen biaya yang akan menaikan harga pokok produk final pertanian. Adapun untuk mengatasi masalah administratif pembukuan PPN kuncinya ada pada mengatur batasan pengusaha kena pajak yang pas yang pas buat penguasaha kecil.
Mengingat peranan penerimaan pajak yang semakin dominan dan penting bagi kelangsungan hidup bangsa maka pemberian insentif perpajakan tersebut harus benar - benar dipertimbangkan dengan matang dan hati - hati karena pemberian insentif pajak yang tidak tepat hanya mengurangi penerimaan pajak tetapi saaran utamanya untuk meningkatkan daya saing produk pertanian tidak juga tercapai, penting pula untuk digarisbawahi bahwa potensial loss penerimaan pajak berarti juga akan hilangnya hak rakyat untuk memperoleh barang dan jasa publik yang seharusnya disediakan oleh negara Total potensi penerimaan PPN sebelum diberlakukanya PP No. 7 tahun 2007 adalah sebesar Rp 178,84 Triliun dan setelah diberlakukanya PP tersebut potensi penerimaan PPN menurun menjadi Rp 173,10 triliun atau perkiraan potensi PPN yang hilang karena pemberlakuan PP No. 7 tahun 2007 adalah sebesar Rp 5,74 triliun Angka sebesar ini merupakan 3,21% dari total potensi penerimaan PPN. atau kalau memperhitungkan coverage ratio PPN potensial loss adalah sebesar sebesar Rp 4,40 triliun
The back ground of this thesis is concerning the tax incentives as one implementation of the tax regulated function. The main function of tax is to generate the state revenue as the wheel turning energy for development, while the other function is the regulated function as an instrument to push or to protect certain sectors the government wanted. The tax incentives must be given with careful thoughts, other wise it will miss its target and eventually will amputate the regulated function of tax it self. One of the implementation of the regulated function of tax is started on the beginning of 2007 through PP No 7/2007, in which the government gave the VAT tax incentives in the form of VAT Exemptions for primer commodity of farming goods. In the same time it was shown that the 2005 tax revenue realization is 346,8 trillion rupiah which is 5,2 trillion lower than the target expected as much as 352 trillion rupiah. In the year 2006 the short fall continued between 8,5 trillion to 17 trillion or only 96 to 98% of the target planned. This condition should make the government carefully count how much is the revenue potential loss when releasing a regulation.
The main problem of this thesis is how much the impact of tax incentive in the form of VAT exemption on of strategic farming goods to the VAT potential revenue and what are the factors that supported and blocked the implementation of it.
This thesis uses a descriptive analytic method. The data collection consists of the library study, scientific literatures, and other resources such as journals from the internet. The estimation of the lost revenue potential due to the implementation of PP No 7 is calculated using the Stephen V. Marks model based on the Input - Output Table. The estimation of the lost VAT potential is calculated by the different between the VAT potential before and after the implementation of the PP No. 7 /2007.
The Argument used to exempt the farming goods from VAT are because most farmers are in informal sectors and they do not used book keeping. Even if they used book keeping, they are usually not administered well enough. Another Argument is that it's the people perspective that the VAT on farming goods will raise the selling price of that commodity and from the producer's side it will lower their profit. Addition to that, the VAT on farming goods is indeed a very sensitive political issue.
Theoretically, based on the legal character of the VAT, it is neutral to a person's choice whether to consume a good or service. In the case of good book keeping it does not only happen to farmers but also to other small business in general. The exemptions of farming products will in the end add more burden for farmers. It is because the input tax from fertilizer, pesticides, farming machines, and livestock's foods, and other input tax used for productions are not creditable and will become a cost. In the end all the inputs tax will become cost that will increase the price of the final farming products. The way to overcome the problem of VAT administrative book keeping is on the right setting threshold for small business.
Considering the more dominant role of the tax revenue for this country well being, the implementation of tax incentives must be considered in a very mature and careful way because the wrong tax incentives will not only decrease the tax revenue but will also miss its main target, it is very important to note that revenue potential loss will also mean the lost of people's right for the public goods and services that this country's suppose to provide.
Total Revenue potential estimation before the implementation of PP No 7 /2007 is
178,84 trillion Rupiahs and after the implementation that number is decreased to 173,10
trillion or the total potential loss estimation due to the implementation of PP no 7 /2007 is 5,74 trillion rupiahs. It is about 3,21% of the total VAT revenue potential estimation, or considering the VAT coverage ratio, the potential loss is 4,40 trillion rupiahs.