Fokus penelitian ini adalah modal yang dimiliki pondok pesantren Annuqayah. Penelitian mengakar pada fenomena, keberadaan, survive pondok pesantren untuk memposisikan lembaga, nilai-nilai, dan tradisi di lingkungan pondok pesantren dalam merespon dinamika sosial. Dinamika sosial turut memberikan warna dan ruang keberadaan pondok pesantren Annnuqayah. Pondok pesantren dipahami sebagai suatu arena, karena setiap individu di lingkungan pondok pesantren Annuqayah mempunyai kepentingan baik yang berhubungan dengan agama, negara ataupun masyarakat. Fenomena yang berkembang pada pondok pesantren tidak hanya menginternalisasi nilai-nilai agama semata, akan tetapi individu memfungsikan juga modal-modal yang dimiliki pondok pesantren.
Untuk memahami modal yang dimiliki pondok pesantren, penulis memahami pondok pesantren sebagai suatu arena. Dengan membangun teori dari Foucault, Gidden, dan Bourdieu, yaitu individu bersifat aktif untuk memposisikan dirinya menjadi agen, pengetahuan menjadi faktor dominan, sebagai kekuatan untuk memposisikan dirinya di ranah sosial. Pemahaman individu sebagai agen, akan membangun suatu habitus. Dengan terbentuknya habitus, akan tercipta suatu modal, baik modal kultural, simbolik, dan ekonomi. Dengan modal-modal tersebut akan terbangun suatu relasi-relasi dalam diri individu maupun institusi.
Pendekatan yang digunakan untuk memahami fokus masalah penelitian, adalah membangun rappot dengan pihak-pihak pondok pesantren Annuqayah, melalui kiai-kiai muda dilingkungan pondok pesantren, sehingga terbangun rasa persaudaraan, sehingga tidak ada jarak antara peneliti dan informan Dengan pendekatan ini peneliti bisa mengeksplorasi tentang keberadaan pondok pesantren Annuqayah. Sehingga peneliti bisa memahami struktur dan kultur masyarakat sekitar, serta karakteristik pondok pesantren Annuqayah.Pondok pesantren Annuqayah secara kelembagaan memposisikan dirinya sebagai institusi pendidikan dan sosial, sehingga pondok pesantren membangun pijakan-pijakan dasar berdasarkan transmisi budaya dari pendiri sebelumnya.
Untuk menstrukturkan dan memposisikan pondok pesantren agar mempuyai nilai tawar, ada empat aspek yang dilakukan; a) proses tarnsformasi pengetahuan, baik yang bersifat akomodatif dan resitensi terhadap kebijakan negara. Akomodatif untuk merespon dinamika sosial dan kebutuhan masyarakat dan bersifat pragmatis, sedangkan resistensi untuk tetap menjaga tradisi pesantren dan nilainilai agama. b) Biro Pengembangan Masyarakat, sebagai suatu institusi kemasyarakatan manjadi relasi sosial dan kultural antara pondok pesantren masyarakat, serta jaringan-jaringan yang dibangun. c) kiai dan politik, merupakan relasi simbolik dan struktural, untuk memantapkan posisi pondok pesantren Annuqyah. Sehingga relasi dengan aparatur pemerintah bisa efektif. d) kiai dan masyarakat tentang kepemilikan koperasi dan unit-unit usaha, yang menjadi dasar pertumbuhan ekonomi. Ekonomi menjadi motor penggerak dilingkungan pondok pesantren Annuqayah. Demikianlah modal yang direpresentasikan oleh pondok pesantren Annuqayah yang terdiri dari; modal kultural, simbolik dan ekonomi. Dampaknya keberadaan pondok pesantren dewasa ini menjadi lembaga industri, atau seperti pasar karena menjadi magnet. Sehingga regulasi baik dari politik, ekonomi, maupun pendidikan, tersentral di pondok pesantren secara berkelanjutan.