Salah satu permasalahan utama pembangunan adalah masih besarnya jumlah penduduk Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan. Sebagai upaya untuk mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan maka pada tahun 2009 pemerintah Indonesia memprioritaskan penanggulangan kemiskinan dalam Rencana Kerja Pemerintah 2009 yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden No. 38 tahun 2008 dengan tema utama ?Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan Pengurangan Kemiskinan?. Prioritas tersebut fokus pada 1) Pembangunan dan Penyempurnaan Sistem Perlindungan Sosial Khususnya Bagi Masyarakat Miskin dan fokus 2) Penyempurnaan dan Perluasana Cakupan Program Pembangunan Berbasis Masyarakat serta fokus 3) Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil.
Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil evaluasi yang terkait dengan relevansi perencanaan, efektivitas biaya, proses, keluaran dan hasil kebijakan penanggulangan kemiskinan dalam RKP 2009 di Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Kalimantan Barat.
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk untuk mengetahui penyebab perbedaan penurunan jumlah penduduk miskin di Provinsi Kalimantan Barat dibandingkan dengan Provinsi Sulawesi Selatan dilihat dari aspek relevansi perencanaan, efektivitas alokasi biaya penanggulangan kemiskinan, proses, keluaran dan hasil pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan serta aspek lainnya. Dengan demikian dapat dijadikan sebagai bahan rekomendasi perbaikan kebijakan penanggulangan kemiskinan. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, metode kualitatif akan digunakan untuk mengidentifikasi, mendeskripsikan dan menganalisis data kuantitatif ataupun data kualitatif melalui pemaknaan (understanding of understanding) Hasil evaluasi berdasarkan persepsi pemangku kepentingan terhadap pelaksanaan penanggulangan kemiskinan di Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan, maka diketahui faktor penyebab lebih cukup tingginya penurunan tren penduduk miskin di Kalimantan Barat yaitu faktor relevansi perencanaan, keluaran, hasil dan efektifitas biaya pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan RKP 2009 yang cukup baik.
Namun jika dinilai dari skor maksimal yaitu 10, maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan di kedua lokasi belum maksimal memberikan kontribusi terhadap penurunan jumlah penduduk miskin, karena rata-rata skor semua aspek yang dievaluasi di kedua lokasi hanya pada skor 7.
Atas dasar inilah kemudian faktor lain diidentifikasi, berdasarkan hasil identifikasi kebijakan lokal dan identifikasi kegiatan masyarakat, maka ditemukan faktor lain yang secara kualitatif dinilai memiliki pengaruh terhadap penurunan persentase penduduk miskin di Kalimantan Barat yaitu adanya Credit Union (CU) yang dikembangkan oleh masyarakat. Walaupun demikian kami rekomendasikan untuk dilakukan penelitian lebih mendalam tentang CU ini, untuk mengetahui secara pasti tingkat pengaruhnya terhadap penurunan persentasi penduduk miskin.
Untuk pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan dimasa datang, penulis memberi usulan (sesuai skenario III) agar pelaksanaan penanggulangan kemiskinan sesuai dengan karakteristik lokal, maka aspek pertama yang perlu dibenahi adalah sistem perencanaan dan penganggaran penanggulangan kemiskinan yang ada dalam RKP. Dimana anggaran penanggulangan kemiskinan masih menggunakan mekanisme Dana Urusan Bersama (DUB). DUB yang tersentralisasi perencanaan dan penganggarannya ini direkomendasikan untuk direformulasi menjadi Dana Alokasi Khusus (DAK) sehingga daerah lebih berdaya dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi penanggulangan kemiskinan sesuai dengan karakteristik daerah sebagaimana hasil penelitian ini. Pengalihan menjadi DAK bukanlah merupakan hal tidak mungkin, karena sudah didukung oleh 2 kebijakan yaitu UU nomor 33 tahun 2004 pasal 108 dan PP no 7 tahun 2008 pasal 76 ayat 1. Selanjutnya penyempurnaan formulasi DAK tidak hanya untuk pembangunan sarana fisik saja tetapi dapat digunakan untuk non-fisik dengan perencanaan dan pelaksanaannya dikembangkan oleh pemerintah daerah bersama dengan stakeholders lainnya.
One major problem of development is a large number of Indonesian population live below the poverty line. In an effort to accelerate poverty reduction in 2009, the Indonesian government to prioritize poverty reduction in the Government Work Plan 2009 (RKP 2009) which was ratified by Presidential Decree No. 38 in 2008 with the main theme of "Improving People's Welfare and Poverty Reduction." These priorities focus on a) Development and Improvement of Social Protection System Particularly for the Poor and focus 2) Improvement and Expansion of Scope of Community Based Development Program and focus 3) Empowerment of Small and Micro Enterprises.
This paper aims to describe the evaluation results relating to the relevance of planning, cost effectiveness, processes, outputs and results of poverty reduction policies in the RKP 2009 in South Sulawesi Province and West Kalimantan Province. The research aims to find the cause of the differences decrease in the number of poor people in West Kalimantan Province, compared with the South Sulawesi Province. This can be seen from the aspect of relevance to the planning, effectiveness of budget allocation for poverty reduction, processes, outputs and results of the implementation of poverty reduction policies and other aspects so that it can be used as a policy recommendation to reduce poverty. The evaluation was done with a qualitative methods, qualitative methods will be used to describe and analyze the quantitative data or qualitative data through understanding of understanding.
Evaluation results based on the perceptions of stakeholders towards the implementation of poverty reduction in West Kalimantan and South Sulawesi shows the unknown factors causing the high decline in the trend of poor people in West Kalimantan. The factors are the relevance factor of planning, outputs, outcomes and cost effectiveness of the implementation of poverty reduction policies in RKP 2009 that good enough.
However, if judged from the maximum score is 10, it can be said that the implementation of poverty reduction policies in the two provinces were not optimally contribute to the decline in the number of poor people, because the average score of all the aspects that were evaluated in both locations have only scored seven.
On the basis of this evaluation, other factors have been identified. Based on the identification of local policies and identification of community activities, other factors have been founded that are qualitatively judged to have the effect of decreasing the percentage of poor people in West Kalimantan, namely the Credit Union, which was developed by the community. For the implementation of poverty reduction policies in the future, the author gives a suggestion that the implementation of poverty reduction in accordance with local characteristics, the first aspect that needs to be addressed is the planning and budgeting system of the existing poverty reduction in the RKP, where the budget is still using the mechanism of poverty reduction Affairs Joint Fund (DUB). DUB centralized planning and budgeting is recommended to be reformulated into the Special Allocation Fund (DAK), so regions can be more powerful in planning, implementing and evaluating poverty reduction in accordance with regional characteristics as the results of this research. Transfer of DUB to DAK is not an impossible thing, because it was supported by the two policies namely The Law No. 33 year 2004 Article 108 and Government Regulation No. 7 year 2008 article 76, paragraph 1. Further improvements are recommended for the formulation of DAK not only for infrastructure but it can be used only for non-physical, with the planning and implementation developed by local government together with other stakeholders.