UI - Disertasi Open :: Kembali

UI - Disertasi Open :: Kembali

Integrasi pascakonflik: Studi kasus di Saparua Maluku Tengah = Integration Pos-conflict: Case studies in Central Maluku Saparua

Pattinama, Eklefina; Achmad Fedyani Saifuddin, promotor; Sulistyowati Irianto, co-promotor; Bambang Shergi Laksmono, examiner; John Haba, examiner; Robert Markus Zaka Lawang, examiner; Iwan Tjitradjaja, examiner; Tony Rudyansjah, examiner (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010)

 Abstrak

Desertasi ini mengkaji masalah integrasi pasca konflik, studi kasus di Maluku Tengah Saparua. Realitas konflik politisasi agama-etnis yang terjadi di Maluku Tengah Saparua, tahun 2000 antar negeri Sirisori Salam dan negeri Sirisori Sarani, membuat warga masyarakat mengalami penderitan secara sosial, budaya, ekonomi dan politik. Penderitaan mendorong kesadaran para pelaku berupaya mempertahankan diri, menciptakan budaya lokal untuk integrasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif secara khusus etnografi.
Untuk membaca data lapangan bagaimana proses reintegrasi yang dilakukan oleh para pelaku dan bagaimana mereka mengrekonstruks ikan integrasi pascakonflik, maka pemikiran Giddens dengan teori strukturasinya dimanfaatkan untuk itu. Temuan penelitian menunjukan bahwa (1). Atas inisatif para pelaku terjadi interaksi diantara para pelaku pada ruang dan waktu sesuai situasi berbeda. Pada situasi rawan interaksi pelaku terjadi di hutan, laut, pantai, loka/perbatasan pos militer. Di situasi keamanan terkendali interaksi pelaku korban konflik semakin melebar, di tempat kerja, ruang domestik dan publik. Adapun para pelaku reintegrasi lokal: kaum perempuan, petani, nelayan, pengemudi ojek, tukang bangunan, anak-anak, pemuda, tokoh pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat, kelompok kekerabatan. (2). Dari interaksi para pelaku sehari-hari, berlangsung terus menerus dan berulang, mereka menciptakan budaya lokal untuk integrasi, antara lain : (a).budaya ?gandong? baru lintas agama etnis, membentuk kembali struktur tiga batu tungku dan pertemanan baru. (b).menciptakan kerjasma ekonomi ; budaya ?pela? baru lintas agama-etnis ; membudaya kontrak hutan dibayar dengan hasil hutan. (c). membudayakan doa dan dialog, serta budaya Silaturahmi. (d). Menciptakan budaya mempertahankan diri melalui: berteman dengan militer, jaga lingkungan bersama serta menciptakan strategi menghadapi kemungkinan konflik baru, dengan cara mempertahankan identitas diri dan mengalihkan perhatian pada kerja.
Implikasi teoritis: (1) Temuan penelitian menunjukan bahwa kajian terhadap masalah integrasi telah mengalami pergeseran perhatian dari ide ke aktual, dari kultural ke struktural Pergeseran ini menunjukan bahwa kebudayaan dibentuk oleh tindakan manusia, yang mengindikasikan bahwa kebudayaan bukan lagi sekedar struktur yang mengarahkan tindakan para pelaku. Tetapi dari tindakan para pelaku sehari-hari, struktur diproduksi dan sekaligus menjadi sarana dari tindakan. 2), Melalui interaksi sehari-hari para pelaku memproduksi struktur baru atau bentuk kerjasama baru lintas agama-etnis, untuk memenuhi kepentingan para pelaku ; ekonomi, sosial-budaya dan politik. 3). Untuk memperkuat kerjasama baru ini, maka dibutuhkan Trust (saling percaya). Trust menjadi sarana utama mengembangkan relasi-relasi sosial lintas ruang dan waktu. Dengan kata lain trust harus diusahakan, dikerjakan, dikelola (karena tidak lagi given). Intensitas tust ditentukan oleh kesalingan dalam pengungkapan diri antara para pelaku.
Kesimpulan : Integrasi pascakonflik produksi tindakan manusia, tidak hanya memiliki kekuatan kerjasama budaya, tetapi juga sosial, ekonomi, religi dan politik dalam kesatuan sistem yang saling terkait.

The dissertation examines the integration of post-conflict issues, case studies in Central Maluku Saparua. The reality of the politicization of religion-ethnic conflicts that occurred in Central Maluku Saparua, the year 2000 between negeri Sirisori Salam and negeri Sirisori Sarani, making residents experience suffering socially, culturally, economically and politically. The suffering encourages awareness of the agency to try to defend themselves, creating a local culture for the integration. This study is an ethnographic qualitative research in particular.
To read how the process of reintegration of field data performed by the agency and how they reconstruct integration of post-conflict, the writer makes use of Giddens assumption concerning with structuring theory . Findings showed that (1). Of the agency initiative, interaction can take place among the agency in space and time according to different situations. In vulnerable situations agency interaction occurs in the forest, ocean, beach, workshops / frontier military posts. In the under control security situation the interaction of agency victims of the conflict widened, in the workplace, domestic space and the public. The local reintegration agency are women, farmers, fishermen, and ojek drivers, construction workers, children, youngsters, government leaders, religious leaders, community and kinship group leaders. (2). Because of daily interaction of the agency which is on going and repetitive, the agency create a local culture for the integration, among others: (a). "Gandong" new cross-ethnic religious culture, reshaping the structure of three-stone stoves and a new friendship. (b). Creating economic cooperation; "pela" new cross-ethnic religious culture; entrenching forest products contracts and forest contracts paid for with its commodity. (c). Culturing prayer and dialogue, and cultural gatherings. (d). Cultures to defend themselves through: making friends with the military, sharing environment and strategic guard against the possibility of new conflicts by maintaining the identity and turning their attention to the work.
Theoretical implications are that: (1) There are findings that showed that the study of the problem of integration has been a shift attention away from idea to actuality, from the cultural to the structural. The shift shows that culture is shaped by human action, and this indicates that culture is no longer a structure that directs the actions of the agency. But based on the actions of everyday agency, structures are produced and become the means of action. (2) Through the daily interactions, the agency produce new structures or new forms of co-operation across religions, ethnicities to meet the interests of the agency economically, socio-culturally and politically. (3) To strengthen this new partnership, the Trust is required (mutual trust). Trust becomes the primary vehicle for developing social relations across space and time. In other words, trust must be cultivated, treated, managed (because it is no longer given). The trust intensity is determined by the reciprocity in selfdisclosure among the agency.
Conclusions: The integration of post-conflict is produced by human action; it does not only have the power of cultural cooperation only, but also social, economic, religious and political unity of interrelated systems.

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Disertasi Open
No. Panggil : D00903
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : ix, 276 pages : illustration ; 29 cm
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
D00903 07-17-136984107 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 135492
Cover