Pengkajian terhadap naskah-naskah Melayu kasik berjalan lambat karena teksnya yang masih tertulis dalam aksara Jawi yang sudah tidak dikenali lagi. Padahal, pengkajian terhadapnya bisa berguna bagi penelitian lebih lanjut di berbagai bidang, seperti linguistik, sastra, sosiologi, sejarah, atau filsafat. Penurunan naskah-naskah tersebut juga mengalami penyimpangan dalam proses penyalinannya, baik pada isi cerita maupun bentuk penulisannya. Kedua masalah tersebut juga terjadi pada Hikayat Indra Bangsawan. Naskah Hikayat Indra Bangsawan berjumlah sembilan buah yang tersimpan di Indonesia, Inggris, Prancis, dan Jerrnan Barat. Pengkajian lebih lanjut dilakukan terhadap lima naskah yang tersimpan di PNRI, Jakarta, Indonesia. Satu naskah dengan kondisi terbaik dengan penulisan paling istimewa, yaitu Br 430, disunting dan disajikan dalam sebuah edisi teks biasa. Selanjutnya, penelitian dilakukan pada penyimpangan yang menimbulkan perbedaan isi cerita dan bentuk penulisan yang muncul pada beberapa naskah. Dari penelitian ini diketahui bahwa perbedaan isi muncul hanya sebagai bentuk variasi cerita, sedangkan perbedaan bentuk penulisan - khususnya pada penulisan pantun - muncul karena adanya kebebasan penyalin untuk berkreasi dalam karya-karyanya. Hal ini dilakukan agar karya-karya mereka digemari oleh pembacanya.