Penelitian ini ditujukan untuk menginterpretasikan sajak-sajak Goenawan Mohamad. Para kritikus dan pengamat sastra yang telah menganalisis, menginterpretasi, yang berarti pula melakukan konkretisasi sajak-sajak Goenawan Mohamad, memperkaya penulis dalam melakukan penelitian Asumsi yang mendominasi wacana sajak-sajak Goenawan Mohamad adalah adanya keterpengaruhan warna budaya Jawa dan filsafat eksistensialisme dalam karya-karyanya. Untuk memfokuskan persoalan tersebut, penulis mengklasifikasikan kedua pengaruh tersebut ke dalam bab-bab tersendiri. Dengan demikian, niat penulis untuk membuktikan keterpengaruhan - sekaligus memperdalam pengkajian tersebut - dapat dideskripsikan dengan gamblang. Dalam sajak-sajak Goenawan Mohamad yang mengandung warna budaya Jawa, jelas terilhami oleh cerita-cerita dan mitologi Jawa Kuno.
Ada dua cara Goenawan Mohamad mengaktualisasikan unsur budaya Jawa itu. Pertama, cerita dan mitologi Jawa itu dijadikan pautan (cantelan) saja, sementara isi sajak sepenuhnya merupakan pikiran dan perasaan Goenawan Mohamad sendiri. Kedua, Goenawan Mohamad hanya mentransformasikan cerita dan mitologi Jawa yang berbentuk prosa (babad) dan tembang ke dalam bentuk sajak. Dalam sajak-sajak Goenawan Mohamad yang mengandung pemikiran atau filsafat eksistensialisme, terlihat bahwa sebagai penyair, Goenawan Mohamad pun berusaha menjawab permasalahan kehidupan, mulai soal hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, alam, hingga hubungannya dengan diri sendiri (mempersoalkan nasib). Dapat dikatakan, konsep sajak-sajak Goenawan Mohamad yang mengandung pemikiran eksistensialisme memiliki persamaan persepsi dengan konsep eksistensialisme yang diperkenalkan oleh sebagian eksistensialis, seperti Soren Kierkegaard, Martin Heidegger, dan A. Berdyaev.