Kaus Dagadu yang dibuat oleh PT Aseli Dagadu Djokdia merupakan bentuk komunikasi sekunder karena memanfaatkan alat atau sarana (yaitu kaus) sebagai media kedua penyampai pesan. Alasan digunakannya kaus sebagai media komunikasi, menurut PT Aseli DagaduDjokdja, adalah karena kaus digunakan oleh siapa saja, tidak memandang ,lcnis kelamin, usia, maupun tingkatan sosial. Kaus tidak hanya herfungsi sebagai sekadar pakaian tapi sudah berfungsi sebagai pemberi identitas diri. Oleh karena itu, para produsen kaus seperti menjadikannya sebagai media ekspresi atau bahkan ideologi. Komunikasi yang ingin disampaikan melalui kaus Dagadu adalah keinginan untuk merepresentasikan kepedulian terhadap masalah perkotaan kota Yogyakarta, mulai dari tingkah laku masyarakat (termasuk di dalamnya bahasa), artefak, hingga peristiwa yang terjadi. Keinginan tersebut di dalam kaus digambarkan melalui tanda-tanda verbal dan nonverbal dalam desainnya. Tanda verbal yang digunakan merupakan pelesetan dari kalimat-kalimat yang telah dikenal, baik sebagai ungkapan, peribahasa, maupun berasal dari teks lagu. Pelesetan kalimat-kalimat tersebut dapat berupa permainan bunyi (fonologi), permainan makna puitik (menimbulkan ketaksaan leksikal dan ketaksaan gramatikal), permainan ejaan (ortografi), permainan persamaan atau lawan kata, atau permainan dalam tataran wacana (yaitu permainan analogi). Tanda nonverbal atau nonkebahasaan yang digunakan berupa gambar-gambar dan merupakan perwujudan atau penggambaran dari tanda verbal. Gambar-gambar tersebut disajikan dalam komposisi warna dan bidang yang harmonis dan menggunakan warna-warna yang pop. proses pencetakan yang menggunakan teknik pencetakan color in box membuat gambar dengan tata warna yang disajikan menjadi enak untuk dilihat. Penelitian tanda-tanda tersebut dalam skripsi ini menggunakan pendekalan analisis semiotik. Semiotik adalah iimu yang mempelajari tanda. Ilmu ini mulai dikenal pada permulaan abad XX namun pelopor semiotik modern adalah Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce. Skripsi ini menggunakan teori semiotik Peirce. Peirce menegaskan pengertian tanda sebagai sesuatu yang berdiri pada sesuatu yang lain (objek) atau menambahkan dimensi yang berbeda pada sesuatu dengan memakai segala apa pun yang dapat dipakai (ground atau representamen) untuk mengartikan sesuatu hal lainnya (interpretan). Dengan demikian, terdapat tiga unsur yang menentukan kehadiran tanda, yaitu 1) tanda yang dapat ditangkap (representamen), 2) apa yang ditunjukkannya (objek), dan 3) tanda yang ada di dalam benak si penerima tanda yang merupakan hasil interpretasi (interpretan). Skripsi ini dalam menganalisis desain Dagadu lebih menekankan pada hubungan tanda dengan referen atau objeknya. Analisis pertama kali dilakukan dengan membagi ke-24 desain yang diteliti berdasarkan tujuh ground; sejarah, musik, ciri khas Jogya, sindiran tentang Jogya, Jogya dalam kata-kata, peringatan, dan promosi Dagadu secara tersirat. Kemudian ke-24 desain tersebut dianalisis secara semiotik dengan mengkategorikannya ke dalam golongan ikon, indeks, dan simbol. Khusus untuk tanda verbalnya masih dianalisis berdasarkan aspek_-aspek kebahasaan yang terjadi, yaitu fonologis, ortografis, ketaksaan leksikal, ketaksaan gramatikal, sinonirn atau akronim, dan tataran wacana (analogi). Setelah melakukan analisis didapalkan kesimpulan utama, yaitu perwujudan keinginan untuk merepresentasikan kepedulian terhadap masalah kota Jogya tampak pada desain-desain kaus Dagadu. PT. Aseli Dagadu Djokdja melalui desain-desain tersebut bercerita mengenai peristiwa apa saja yang terjadi di kota ini, mempromosikan objek-objek wisatanya, dan memperkenalkan sifat dan tingkah laku masyarakatnya. Tak lupa pula, PT. Aseli Dagadu Djokdja mempromosikan produk Dagadunya sebagai salah satu produk asIi buatan kota Yogyakarta.