Memang harus kita akui bahwa dalam bidang ilmu jang biasanja disebut Indologi itu kita telah mewarisi sedjumlah besar hasil penelitian sardjana2 Barat umumnja dan sardjana2 Belanda chususnja. Hasil2 penelitian itu sudah barang tentu tidak mungkin terlepas daripada sjarat2 dan kondisi2 ekonomis-politis pada djaman jang bersangkutan; tegasnja hasil2 itu merupakan bagian tugas jang takterpisahkan dalam mendjalankan politik pendjadjahan djaman dahulu. Pada kenjataannja hasil2 penelitian para sardjana itupun telah dan mungkin akan terus memberikan pengabdiannja kepada politik dan system djaman jang lampau. Hal ini kadang-kadang diakui pula oleh sebagian sardjana Barat bahwa dengan penelitian itu mereka bermaksud untuk mempertahankan system jang mereka anut itu. Sebagai tjontoh misalnja apa jang dikatakan oleh G.J. Nieuwonhuis (1925, hlm. 12) pada djaman dua puluhan tentang politik bahasa Pemerintah Hindia-Belanda di Indonesia. Kiranja tidak ada bahasa lain jang lebih gambling daripada bahasanja. Dalam buku tersebut dia bermaksud mentjegah dan menghapuskan bahasa Melaju serta mengandjurkan supaja bahasa Belanda didjadikan bahasa pengantar di Indonesia, karena katanja: _Taal en cultuur verbreiding is de meest direete weg voor economische expansie_. (Hieuwenhuis: 1925, hlm. 12) Djustru adanja perbedaan pandangan dan pertentangan kepentingan, maka dalam menerima warisan sardjana2 Belanda itu kita harus ber-hati2 dan sangat kritis_