UI - Skripsi Membership :: Kembali

UI - Skripsi Membership :: Kembali

Pasar dalam tinjauan sosiologis

Catur Ari Wibowo; Sapardi Djoko Damono, 1940-2020, supervisor; M. Yoesoef, examiner; B. Suhardi Prawiroatmodjo, examiner (Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1998)

 Abstrak

Munculnya sastra modern Indonesia menggantikan sastra lama atau klasik ditandai oleh cita-cita untuk menampilkan kisah-kisah yang betoel soeda kedjadian, pada waktu keinginan kuat untuk membedakan sastra dari mitologi muncul (Kuntowijoyo, 1987). Pertanda panting dari keinginan tersebut adalah munculnya kisah-kisah keseharian, bukan lagi tentang kisah raja-raja atau ceritera fantastis luar biasa. Fungsi sastra pun mengalami perubahan. Fungsinya sebagai alat pendidikan atau pengajaran terdesak oleh fungsi hiburan. Sastra bukan lagi sumber kebijaksanaan semata, tapi berkembang menjadi sumber hiburan juga.
Munculnya Balai Pustaka pada tahun 20-an mempertegas kemunculan kesadaran baru dari kelas menengah yang berpendidikan Barat (Belanda). Pengarang sebagai salah satu anggota kelas menengah, sudah mulai melihat perubahan dan permasalahan dalam masyarakatnya. Mereka mencoba memotret masyarakat, dengan kesadaran bahwa sastra adalah strukturasi dari pengalaman (Kuntowijoyo, 1987:146). Marah Rusli mengawalinya dengan Siti Nurbaya (1922) yang memotret dan mengungkapkan dunia yang sedang berubah di Sumatera Barat Abdul Muis dalam Salah Asuhan (1922) mengungkapkan benturan antara nilai lama dan nilai baru di Padang. Para pengarang itu telah melihat gejala-gejala perubahan, tapi mereka tidak tahu pasti ke mana arah perubahan itu. Sehingga, hanya gejala-gejala lah yang mereka ungkap dalam karya-karyanya. Kuntowijoyo (1987:147) menyebut sastra yang memiliki muatan seperti itu sebagai sastra simtomatik.
Lebih jauh Kuntowijoyo menguraikan, dalam sastra simtomatik kesadaran kelas menengah sudah mendapat ruang sosial, tapi sistem simbol sosial belum memberinya tempat Pengaruh kelas tinggi dalam hirarki sosial lama, dengan tanda-tanda kebangsawanan, masih sangat kuat berakar dalam kesadaran sosial masyarakat. Kelas menengah baru, yang muncul dengan membawa kesadaran diri, berusaha menunjukkan kesadaran tersebut melalui penyempurnaan bentuk novel. Tapi, bagaimanapun, saat itu rnasyarakat masih akrab dengan sistem simbol lama, sedangkan sistem simbol baru belum lagi kukuh.
Dengan posisi seperti itu, sastra tahun 20-an belum dapat mengaku sebagai sumber kebijaksanaan baru. Dan bukan kebetulan bila muncul gerakan sastra yang menamakan dirinya Pujangga Baru, yang mengaku sebagai sumber kebijaksanaan baru, di tahun 30-an.

 File Digital: 1

Shelf
 Catur Ari Wibowo.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Skripsi Membership
No. Panggil : S10766
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1998
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : iii, 68 pages ; 30 cm
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
S10766 14-19-867807599 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20156161
Cover