Apabila kita mengingat bahwa bahasa Indonesia secara historis merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu, pendekatan linguistik terhadap bahasa Melayu sangat diperlukan. Dalam skripsi ini dibicarakan mengenai hubungan semantis antarklausa dalam teks bahasa Melayu, khususnya Hikavat Sri Rama dan Undang-undang Melaka yang telah ditransliterasi oleh Achadiati Ikram dan Liaw Yock Fang. Untuk itu penelitian ini dilandaskan pada pendapat Longacre. Pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan semantik antarklausa dalam ragam cerita dan ragam undang-undang, serta alat-alat sintaktis yang dipakai untuk mengungkapkan hubungan tersebut. Di samping itu, untuk melihat persamaan dan perbedaan yang terdapat dalam ragam tersebut.
Berdasarkan analisis, secara garis besar dapat disimpulkan seperti berikut:
1. Hubungan antarklausa yang dominan dalam HSR adalah hubungan waktu, parafrase, penyambungan dan deiksis; sedangkan dalam UUM adalah hubungan deiksis dan implikasi.
2. Baik dalam HSR. maupun dalam UUM terdapat hubungan penyambungan (penggabungan dan pertentangan), alternasi, waktu (urutan dan tumpang tindih), implikasi (syarat dan sebab-akibat), parafrase, deiksis dan tujuan; dan tidak terdapat hubungan penyambungan (perbandingan), implikasi (kontrafaktualitas dan peringatan), ilustrasi (persamaan dan perbedaan), atribusi dan frustrasi.
3. Alat sintaktis yang dipakai untuk mengungkapkan hubungan semantis, baik dalam HSR maupun UUM tidak banyak memperlihatkan perbedaan yang mendasar.
4. Biasanya dalam UUM lebih sering diungkapkan dalam hubungan hipotaktis daripada hubungan parataktis; sedangkan dalam HSR hampir lama persentasenya.
Diharapkan bahwa penelitian ini akan memberikan sumbangan bagi pemahaman tentang ragam bahasa dan membantu untuk memahami hubungan antarkalimat dalam tingkat wacana. Diharapkan pula skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan linguistik, khususnya dalam bahasa Melayu.