ABSTRAKPerlindungan khusus terhadap bangsa pribumi di dalam bidang tata niaga merupakan suatu persoalan tersendiri bagi pemerintah, Terlebih lagi bila masalah tersebut dikaitkan dengan masalah pribumi dan non pribumi, maka akan terlihat jelas adanya kesenjangan di dalam menentukan mana yang perlu didahulukan. Hal ini dapat kita lihat dari cara pandang para pemimpin pemerintahan Indonesia pada masa 1950 - 1957 setelah penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia. Menurut para pemimpin tersebut, pada masa itu ekonomi nasional mencakup tiga dimensi (1) Suatu perekonomian yang beragam dan stabil, yang berarti ditiadakannya ketergantungan terhadap ekspor bahan mentah (2) Suatu perekonomian yang sudah berkembang dan makmur atau pembangunan ekonomi, (3) Suatu perekonomian di mana suatu bagian yang penting dari pemilikan, pengawasan dan - pengelolaan di bidang ekonomi berada di tangan golongan pribumi atau negara Indonesia, yang berarti pengalihan pengawaasan dan pengelolaan atas kegiatan-kegiatan ekonomi dari tangan orang-orang Barat dan Cina ke tangan orang-orang Indonesia. Perkembangan sepak terjang pengusaha asli Indonesia dalam menopang kelangsungan dari usahanya tidak terlepas dari dukungan pemerintah terutama dalam hal proteksi dan subsidi. Bahkan hampir dalam setiap kesulitan ketika mereka, para pengusaha pribumi berhadapan dengan pengusaha non pribumi dalam kancah ekonomi terbuka dan mereka tidak mampu untuk bersaing dengan para pengusaha non pribumi, dengan serta merta mereka merninta turut campur pemerintah untuk memberikan perlindungan khusus dan subsidi yang spesial. Hal ini bagi pengusaha pribumi merupakan suatu oksigen yang dapat mempertahankan kelangsungan hidup mereka.