Perjuangan kemerdekaan Indonesia, selain dilakukan secara fisik (militer) juga dilakukan lewat jalur diplomasi. Salah satu di antara diplomasi tersebut yaitu Persetujuan Konperensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949. Namun akibat persetujuan ini, timbal interpretasi dari kalangan pesantren Somalangu di Daerah Kebumen. Mereka menganggap bahwa dengan disetujuinya persetujuan KMB oleh RI berarti masih terdapat campurtangan asing sehingga kemerdekaan RI belum penuh seratus persen. Bahkan AUI mencap RI sebagai kafir. Hal di atas menyebabkan timbulnya perselisihan paham antara pesantren Somalangu (dipimpin oleh Kyai Machfudz) dengan pemerintah RI. Kalangan pesantren membentuk laskar dengan nama Angkatan Umat Islam (AUI). Lebih jauh dari itu, sebenarnya AUI sudah lahir pada akhir tahun 1945-an yang mana pada saat itu mereka masih berusaha bahu-membahu dengan pemerintah RI berjuang melawan penjajah. Sejak KM., hubungan yang harmonic antara AUI dengan pemerintah RI menjadi perselisihan yang berkepanjangan sebab AUI sedikit demi sedikit tumbuh sebagai gerakan pemberontak. Untuk menarik minat masyarakat Kebumen dan luar Kebumen untuk masuk AUI, Kyai Machfudz memberikan ilmu-ilmu kekebalan tubuh berupa doa dan rajah sebagai bekal di medan perang. Selain itu, pengikut AUI juga diberikan pembinaan mental spiritual dan siraman rohani. Reran ini diberikan kelompok rohani. Adanya kelompok kerohanian inilah yang membedakan AUI dengan badan perjuangan lain. Usaha diplomasi pemerintah untuk memperbaiki hubungan dengan AUI mulai dijalin kembali, akan tetapi selalu menemui kegagalan. Akhirnya pemerintah mengambil sikap dengan menempuh jalan militer untuk menumpas kekuatan AUI yang memberontak tahun 1950. Pada saat itu Kyai Machfudz berhasil ditangkap. Semenjak itu pulalah AUI berakhir.