Penggunaan dialek Jakarta dalam suatu karya sastra sudah sejak lama, yaitu sejak kesusastraan masih ditulis tangan. Sastrawan yang biasa mempergunakan dialek Jakarta dalam sastra klasik adalah Abdul Fadi, Jakaria, dan Abdul Hadi. Adapun satrawan modern yang biasa mempergunakan dialek Jakarta dalam karyanya adalah Aman Dt. Madjoindo, M. Balfas, SM Ardan, Firman Mustaco, Ramlan, dan Zaidin Wahab. Perkembangan dialek Jakarta secara luas ke berbagai pelosok dan lapisan masyarakat disebabkan adanya ruangan yang disediakan oleh beberapa koran yang terbit di Jakarta. Koran yang menyediakan ruangan untuk tulisan-tulisan dalam dialek Jakarta adalah Pelita, Berita Buana, Suara Pembaruan, dan Pos Kota. Firman Muntaco, yang dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Mei 1935 mulai menulis dalam dialek Jakarta pada Koran berita minggu rubrik Tjermin Djakarta pada tahun 1955. Sam_pai kini ia masih terus menulis secara teratur di beberapa _koran ibu kota. Karya Firman Muntaco yang sudah dibukukan adalah Gambang Jakarta yang diterbitkan pada tahun 1960 (jilid pertama) dan tahun 1953 (jilid kedua). Jumlah seluruh cerpen yang terdapat dalam kumpulan Gambang Jakarta adalah 46 buah. Sebagian besar tokoh utama yang terdapat cerpen tersebut adalah gambaran masyarakat Jakarta ke1as bawah. Demikian juga dengan latar, adalah sesuatu yang akrab dengan masyarakat kecil Jakarta. Tokoh dan latar dalam Gambang Jakarta mempunyai kaitan yang erat, karena tokoh dan latar selalu disesuaikan dengan masalah yang ditampilkan.