Tema dari skripsi ini adalah Enjokosai, yaitu sebuah fenomena sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Jepang, khususnya di daerah perkotaan, berupa suatu tindakan remaja putri usia belia, sekitar 14 - 18 tahun yang berkencan dengan pria dewasa untuk rnendapatkan sejumlah uang. Tindakan yang dilakukan bukan hanya sebatas pads kencan saja, tapi sudah sampai pada hubungan intim. Untuk pelayanan yang diberikan oleh remaja putri ini, mereka akan menerima imbalan berupa uang sekitar 30.000 yen, dan bila sampai melakukan hubungan intim maka, jumlah uang yang diterima akan lebih besar lagi. Fenomena ini relatif baru dikenal oleh masyarakat Jepang, karena merebak ke permukaan sekitar tahun 1995. Melihat dari tindakan yang dilakukan maka Enjokosai adalah pelacuran, akan tetapi para pekaku Enjokosai berpendapat tindakan yang mereka lakukan bukanlah pelacuran karena berbeda dengan pelacuran yang di dalamnya terdapat korban yaitu wanita yang melacurkan diri karena terpaksa akan kebutuhan ekonomi, sementara dalam Enjokosai tidak ada pihak yang menjadi korban sebab mereka melakukannya dengan senang hati tanpa paksaan dari pihak manapun. Kebutuhan ekonomi memang bukanlah alasan dari para pekaku Enjokosai mengingat bahwa anak-anak ini memang berasal dari golongan menengah ke atas, jadi secara ekonomis mereka sama sekali tidak mengalami kesulitan. Hal inilah yang kemudian menarik untuk ditelaah dan diteliti lebih lanjut lagi, yaitu faktor-faktor apakah sebenamya yang melatarbelakangi kemunculan dan merebaknya fenomena ini. Penulis membatasi pembahasan faktor-faktor yang berkaitan dengan keberadaan fenomena Enjokosai dan untuk mencapai tujuan penulisan, maka penulis menggunakan pendekatan deskriptif analisis. Berdasarkan penelaahan dari data-data yang didapat maka, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa keberadaan Enjokosai dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: v Pertama, pengaruh kemajuan ekonomi Jepang yang menghasilkan barang_-barang konsumsi telah memberi pengaruh pada daya konrol seseorang, terutama remaja dalam mengkonsumsi barang. Keinginan untuk memiliki barang tersebut semakin kuat ditambah dengan adanya anggapan bahwa dengan memiliki barang tersebut akan mengukuhkan statusnya dalam kelompoknya. v Kedua, perubahan struktur keluarga Jepang yang telah mempengaruhi hubungan antar anggota keluarga. Perubahan ini juga berdampak pada semakin sedikitnya komunikasi yang terjadi antara ayah dan anak. v Ketiga, Gakkoka (pengakademisan) yang terjadi dalam keluarga, yang memicu kemunculan rasa jengah dan muak pada diri anak terhadap sekitarnya, dan mendorong mereka untuk mencari ruang baru yang terlepas dari semua tuntutan-tuntutan akademis.