Ada dua masalah pokok yang diajukan skripsi ini. Pertama, faktor-faktor apakah yang menyebabkan Pechorin terasing dari masyarakatnya? Dan kedua, apa yang diperbuat Pechorin dalam keterasingan dirinya tersebut? Faktor pertama dan utama penyebab keterasingan diri Pechorin bersumber pada konflik psikis dirinya yang berwujud konflik oedipal serta frustrasi. Konflik oedipal ini menyebabkan Pechorin selalu memandang wanita lain sebagai ibunya, yang ia lihat sebagai sosok menarik sekaligus berbahaya. Dikatakan berbahaya, karena di saat bersamaan naluri erotis Pechorin dikekang oleh bayangan ancaman kastrasi ayahnya, sehingga dalam interaksi sosialnya Pechorin hanya menggoda wanita dan tidak berniat menikahi mereka. Akan halnya lelaki lain, Pechorin memandang mereka sebagai refleksi sosok ayahnya yang berpotensi mengebirinya. Tidak mengherankan bila selanjutnya konflik senantiasa terjadi dalam interaksi sosial Pechorin dengan lelaki lain. Akan halnya frustrasi sebagai produk lain dari konflik psikis Pechorin, berkaitan erat dengan kehidupan kecil tokoh ini yang dilumuri kemanjaan. Akibat kemanjaan tersebut kemudian membentuk persepsi dirinya sebagai raja kecil yang harus dipenuhi segala keinginannya. Ketika Pechorin dewasa, persepsi ini (yang dilandasi oleh prinsip kesenangan dalam Id) mau tidak mau harus mengakui dan berdamai dengan prinsip realita (yang melandasi Ego Pechorin). Frustrasi yang kemudian timbul merupakan wujud konflik antara prinsip kesenangan dengan prinsip realita. Akibat lanjut dari kedua konflik psikis di atas, kemudian membentuk kepribadian neurosis obsesional dalam diri Pechorin. Kepribadian ini bersifat dualistik dengan ciri-ciri antara lain sifat gila kebersihan, mempercayai tahyul, sifat kontrol diri dan ketelitian yang berlebih-lebihan. Dalam praktek interaksi sosial, kualitas kepri badian inilah yang menyebabkan konflik Pechorin dengan dunia eksternalnya. Sebab memang, seseorang yang memiliki kepribadian neurosis obsesional telah ditakdirkan hidup dalam keterombang-ambingan sikap dan tidak pernah menemui ketentraman jiwa. Untuk meredam kenyataan pahit konflik dirinya, Pechorin kerap mengasingkan diri dari dunia sosialnya. Dalam kesendiriannya ini, Pechorin merasakan hadirnya sebentuk kebahagiaan dan kemanunggalan dengan semesta. Tuhan dan alam lalu menjadi bahan puja-pujanya. Begitu pula rencana berpetualang, introspeksi diri serta mengamati dunia batin orang lain merupakan aktifitas menonjol yang dikerjakan Pechorin. Namun ketika dirasa_kannya aktifitas yang ia perbuat telah terlalu lama dan monoton, rasa kejenuhan dalam kebahagiaan demikian lalu memaksa Pechorin untuk kembali ke kehidupan nyata guna memperoleh rangsangan emosional dan intelektual tertentu dari luar yang dapat mengusir kejenuhannya pada hidup. Mekanisme siklus gerak dari ketenangan ke keributan dan sebaliknya ini, berlangsung kaleidoskopis dan teus menerus, serta mempunyai makna eksistensial yang meniadi pilihan etis bagi pola dan cara hidup Pechorin. Gerak ini akan berakhir dengan sendirinya bila faktualitas kematian kelak menjemput dan mengakhiri eksistensi diri Pechorin.