Banyak pendapat yang mnengatakan bahwa membaca dan menulis saling melengkapi, keduanya merupakan suatu ciri intelektual. Namun keterampilan menulis, rasanya masih perlu didorong dan dikembangkan di antara kebanyakan dari kita. Dalam menulis dibutuhkan minat dan yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi kebiasaan. Minat maupun kebiasaan membaca diperoleh seseorang karena dipelajari, tidak tumbuh atau menjadi biasa dengan sendirinya. Kemampuan menulis pun tidak tumbuh begitu saja, melainkan sangat dipengaruhi oleh kebiasaan membaca dan kemudian diungkapkan kembali dengan cara menuliskan pemikiran yang sudah dikembangkan dan dipengaruhi oleh pemikiran si penulis itu sendiri. Dengan siklus itu, profesi akan senantiasa berkembang karena selalu mernperbaharui otaknya dengan pemikiran-pemikiran mutakhir, melalui proses mambaca, mengkaji dan menyajikannya kembali dalam bentuk tulisan baru.
Peluang untuk menjadi besar rnelalui tulisan, sebenarnya lebih banyak dimiliki oleh para pustakawan karena berbagai kemudahan yang ada di sekelilingnya, antara lain akses terhadap sumber daya literatur yang begitu melimpah di sekitarnya, kelebihan kemampuan untuk memperoleh informasi di luar melalui dokumen sekunder yang ada di perpustakaannya, kemampuan teknis yang lebih tinggi dalam mencari informasi baru serta adanya peluang yang lebih besar atau kemudahan untuk berjumpa dan berdiskusi dengan para pakar menyangkut bidang yang secara kebetulan sama dengan bidang yang sedang dikaji oleh para pakar itu di perpustakaan tempat pustakawan itu bekerja. Dengan begitu, pustakawan berpeluang untuk memiliki profesi ganda, sebagai pustakawan sekaligus penulis.
Tujuan penelitian ini, secara umum adalah untuk mengetahui sejauh mana minat dan kebiasaan menulis pada pustakawan di Indonesia, dan secara khusus adalah untuk menganalisa jawaban dari para responden mengenai : alasan menulis, manfaat menulis, kendala dalam menulis, produktifitas dan sumber inspirasi menulis, pengetahuan tentang tulis menulis, tanggapan dan saran terhadap adanya asumsi `pustakawan yang tidak suka menulis'.
Adanya asumsi bahwa pustakawan tidak suka menulis, ternyata memang ditemukan dalam penelitian ini. Minat menulis di kalangan pustakawan masih sangat minim, Hal ini terbukti karena sulitnya mencari calon responden (informan) pada awal penelitian. Dari syarat menulis yang awalnya minimal 5 tulisan, dikurangi jadi hanya 3 tulisan saja. Karena, jika tetap disyaratkan minimal 5 tulisan, maka hanya akan mendapat 3 responden saja. Jarak jumlah tulisan antara pustakawan yang menulis di atas 5 tulisan dan di bawahnya juga sangat jauh, ada lebih dari seratus orang yang hanya rnenulis satu kali dan namanya tidak pernah ditemukan lagi di media selanjutnya. Pencarian calon responden tersebut dilakukan lewat observasi awal pada beberapa majalah ilmiah yang masih terbit di Indonesia pada saat penelitian dilakukan. Kesimpulan itu pun dikuatkan oleh hasil wawancara terhadap para responden. Mereka juga mengakui minimnya jumlah pustakawan-penulis di kalangan mereka sendiri. ltulah kesesuaian data yang ditemukan oleh penulis pada studi dokumenter dan pada penelitian lapangan.
Kebiasaan menulis di kalangan pustakawan pun disimpulkan masih minim. ini didasari oleh hasil penelitian lewat observasi awal, bahwa nama pustakawan yang ditemukan sebagai penulis hanya itu-itu saja. Padahal dapat dipastikan bahwa jumlah pustakawan di negeri ini jauh lebih banyak dari jumlah penulis yang ditemukan tersebut. Jumlah pustakawan yang menulis di Indonesia, dalam penelitian ini adalah sekitar 2,65 % saja, atau kurang dari 3 %. Data ini adalah hasil dari perbandingan jumlah anggota IPI dan jumlah pustakawan yang menulis yang merupakan populasi dari penelitian ini. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa minat dan kebiasaan menulis pada pustakawan di Indonesia masih sangat minim.