Terkesan dengan cakrawala pemahaman Baru tentang manusia yang disingkapkan oleh Marx den Freud, Fromm berusaha menjembatani jurang antara kedua pakar itu. Fromm berasumsi bahwa manusia memiliki hakekat yang dapat didefinisikan dalam pertalian dengan alam. Hakekat manusia terletak dalam kontradiksi antara berada dalam alam dan serentak mentransenden alam dengan tiadanya naluri dan dengan fakta kesadaran, yang melontar manusia dari keharmonisan dengan alam ke dalam situasi yang tak pasti. Dalam situasi kemanusiaan itu manusia tak dapat hidup secara statis. Kontradiksi eksistensialnya menciptakan ketakseimbangan yang mengharuskan manusia untuk terus-menerus menjalin pertalian dengan alam, sesama dan dirinya sendiri. Keharusan ini menjadi sumber dari nafsu-nafsunya. Nafsu-nafsu manusia terintegrasi dalam karakter, yakni suatu ciri yang relatif tetap, yang terbentuk tidak oleh perkembangan libido seperti kata Freud, tetapi oleh berbagai cara manusia menjalin pertaliannya dengan dunia. Karakter terbentuk oleh kebutuhan manusia untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan lingkungan hidup tertentu. Karakter rata-rata manusia adalah karakter sosial. Karakter sosial terbentuk lewat sarana budaya, dan berfungsi sebagai mediasi dari transformasi energi psikis yang umum ke energi psikososial yang khusus. Pembentukan karakter terjadi dengan dua cara: dengan memperoleh dan mengasimilasi benda-benda (proses asimilasi), dan dengan menjalin pertalian dengan orang lain dan dirinya sendiri (proses sosialisasi). Karakter tertentu didasari oleh orientasi karakter. Baik dalam proses asimilasi maupun sosialisasi dapat dibedakan orientasi produktif dan orientasi tidak produktif. Orientasi karakter tidak produktif, jika pasif dan ditentukan dari luar; produktif, jika aktif dan kreatif. Orientasi karakter yang tidak produktif dan yang produktif pada akhirnya berakar pada orientasi dasar manusia: memiliki dan mengada; yang tidak produktif berakar pada memiliki dan yang produktif pada mengada. Memiliki bersifat posesif dan reifikatif, sedang mengada babas dan kreatif. Mana dari kedua orientasi dasar itu menjadi dominan, tergantung pada struktur sosial. Demikian, dengan mengacu pada dinamisme khusus manusia yang terletak pada keunikan dari situasi kemanusiaan Fromm meletakkan dasar baru bagi psikoanalisa: ia mengalihkan prinsip penjelasan nafsu-nafsu manusia dari prinsip Freud yang fisiologis ke prinsip sosiobiologis dan historis. Atas dasar itu ia mencapai sintesa antara Marx dan Freud antara materialisme historis dan psikoanalisa. Demikian, ia menjadikan psikoanalisa strategi untuk mengubah dunia. Fromm mengutarakan bahwa perkembangan manusia menuntut kemampuan manusia untuk menjawab eksistensinya secara otentik bukan dalam memiliki tetapi dalam mengada; prasyarat untuk mengada adalah transendensi diri. Transendensi-diri adalah transendensi ego, yakni aktivitas mengatasi egoisme dan egosentrisitas; berarti proses transformasi diri dari segala bentuk ketergantungan, pendambaan dan perbudakan nafsu-nafsu irasional ke dalam orientasi-diri yang produktif. Transendensi-diri sebagai orientasi diri yang produktif mencakup lingkup kehidupan manusia seluruh-seutuhnya. Dalam lingkup pikiran orientasi produktif ini terungkap dalam pemahaman dunia dengan nalar; dalam lingkup tindakan terungkap dalam karya yang produktif; dalam lingkup perasaan tercermin dalam cinta sebagai pengalaman kesatuan dengan pribadi lain, dengan semua manusia dan dengan alam. Fromm memberi gambaran lengkap tentang kualitas Manusia Baru dan Masyarakat Baru, karena ia sangat prihatin dengan keadaan yang tak merguntungkan dari situasi kemanusiaan dewasa ini, yang diwarnai utama oleh fenomen alienasi-diri. Dengan alienasi dimaksudkan modus pengalaman di mana manusia mengalami dirinya sebagai sesuatu yang asing.