Dalam menelusuri pemikiran fenomenologik Ortega Y Gasset di bidang estetika, kita jumpai bahwa pada awalnya ia berpijak pada batu loncatan epistemologik yaitu bahwa yang dicari filsafat maupun ilmu pengetahuan adalah kebenaran. la menemukan bahwa metode yang cocok untuk mencapai kebenaran adalah metode fenomenologik dengan gagasan intuisi tetapi ia menolak lembaga reduksi eiditis karena ia menyadari bahwa ia berhaluan anti-idealistis. Metode fenomenologik mencakup struktur unsur-unsur subjek dan objek yang selalu berada dalam hubungan saling berkaitan, memerlukan, dan kerja sama, tetapi dua ini tidak pernah dan tidak mungkin melebur jadi satu. Jadi kebenaran tergantung dari kebenaran hubungan-hubungan tadi. Demikian dalam tinjauan fenomenologiknya tentang estetika yang mencakup seni ia mengemukakan terus menerus unsur-unsur kerja sama antara subjek kreatif dan objek estetik. Hakekat sesuatu ia temukan melalui kegiatan rasio atau berpikir yaitu melalui berpikir secara dialektik yang sekaligus merupakan berpikir fenomenologik, dengan ini ia artikan bahwa objek itu yang akan memimpin pikiran kita ke benda pada dirinya. Karena Ortega y Gasset mengutamakan realitas hidup,ia menghargai dan mencintai kemajemukan dan keanekaragaman. Bukan begitu saja, ia menghargai secara tersendiri setiap unsur yang tampil kepada subjek dalam realitas hidup itu, dengan sendirinya ia menghargai juga setiap sudut pandangan. Sudut pandangan ini bergantung pada keadaan seseorang, maka keadaan seseorang berperan sangat besar dalam kehidupan seseorang. Jika kita melihat lebih dekat keadaan itu, maka ternyata bahwa keadaan dari setiap bagian dalam keadaan itu terikat pada banyak hal yang tak dapat terlepas darinya. Setiap bagian dikelilingi pula oleh suatu keadaannya. Begitulah suatu benda terikat secara sambung-menyambung dan secara kait-berkaitan dengan banyak hal dan benda lain dalam keseluruhan yang karenanya terus menerus berubah-ubah. Tak mungkinlah melihat suatu benda atau hal secara terisolir dari keadaannya, secara fragmentaris. Mungkin yang dimaksud Ortega y Gasset: harus ditanggapi secara holistik atau seperti dalam teori Gestalt. Setiap objek berada dalam dialektika dari benda-benda nyata. Bukan dalam dialektika teoritis dari satu konsep ke konsep lain dalam kesadaran. Juga bukan dalam perenungan dan perumusan belaka dalam rasio murni. Demikian juga dalam bidang estetika, dengan berpikir dialektik dari pihak subjek (sebagai kesadaran yang aktif dalam kehidupan praktis), subjek ini menemukan konsep objek estetik; dalam tahap kedua konsep dalam kesadaran subjek, menimbulkan keinginan pada subjek untuk mengekspresikannya dalam satu ujud kebendaan; akhirnya ia mengkreasi suatu karya seni. Kiranya tahapan-tahapan ini sejajar dengan tahapan-tahapan cipta, rasa, karsa. Dalam satu dialektika dari benda-benda nyata, mungkin saja subjek kreatif sendiri ikut serta di sini, begitu juga subjek pemirsa dan penilai, karena semua memang berada dalam satu masyarakat yang saling mengakibatkan gerak secara praktis. Yang paling berperan dalam proses kreativitas ialah jarak antara subjek kreatif dan objek estetik yang menimbulkan jarak pula antara karya seni dan subjek pemirsa. Jarak ini dapat mengakibatkan terjadi keterasingan cirri-ciri manusiawi dalam seni yaitu, subjek kreatif tidak berhasil membawakan ciri-ciri manusiawi melalui karya seninya kepada subjek pemirsa. Ortega Y Gasset juga mengemukakan persoalan jarak agar kepada subjek pemirsa dapat diterapkan predikat nilai memirsa dengan sikap estetis, dimana ada dua patokan memirsa, yaitu secara tanpa pamrih dan secara tanpa prasangka atau terjarak. Ortega y Gasset berulang kali menekankan bahwa patokan-patokan untuk sikap estetis berlaku pula untuk sikap etis. Yang dipersoalkan dalam estetika adalah dialog antara unsur subjek kreatif dan objek estetik maupun karya seni dan subjek pemirsa dan menyangkut keindahan. Yang dipersoalkan etika adalah subjek pelaku dan menyangkut kebaikan. Dan memang, sebagai mana di Timur ada pendapat-bahwa yang indah itu baru indah jika baik dan yang baik itu baru baik jika indah, maka apa yang berlaku untuk yang indah berlaku juga untuk yang baik, bahkan sekaligus berguna. Dan karena pengalaman estetik adalah sejajar dengan pengalaman religius, maka sikap yang seharusnya dikejar adalah satu sikap dimana sikap estetis, sikap etis dan sikap religius berdialektika dengan kesamaan hak. Hal ini memang wajar karena wilayah seni, etika maupun religiusitas, bahkan kegunaan, berada dalam keadaan kait-berkaitan, saling memerlukan dan saling menunjang secara keseluruhan dalam realitas yang disebut kehidupan manusia. Contohnya: fenomena dehumanisasi dalam seni oleh angkatan muda, kita harus hadapi dengan tanpa pamrih dan dengan jangan terjarak terhadap anak muda, tanpa marah dan dengan pengertian, serta menghargai anak muda yang ingin bergaya memberi satu kejutan, dan membimbingnya melihat nilai-nilai luhur dalam kehidupan nyata melalui seni. Demikianlah Ortega Y Gasset memperlihatkan bagaimana Subjek kreatif, Objek estetik dan Subjek pemirsa merupakan tiga unsur yang selalu berada dalam dialektika di bidang estetika, dan bahwa subjek kreatif dengan objek estetik, dan karya seni dengan subjek pemirsa selalu berdialog dalam satu fenomena seni.