Di dalam Bab I dibicarakan latar belakang psikologi humanistik yaitu eksistensialisme dan unsur-unsur humanistik. Psikologi humanistik adalah suatu aliran psikologi yang dipelopori oleh Abraham. H. Maslow yang disebut kekuatan ketiga, dimana sebelumnya telah muncul psikoanalisa Sigmund Freud dan behaviourisme Watson dan Skinner. Psikologi humanistik telah meniupkan angin segar karena memandang manusia sebagai eksistensi yang utuh dan humanis. Eksistensialisme mempengaruhi teori motivasi A.H.Mas low ecara implisit, sedangkan pengaruhnya secara eksplisit tampak jelas pada tema aktualisasi diri dan kebebasan. Aktualisasi diri merupakan nilai tertinggi dalam eksistensialisme dan begitu pula dalam teori motivasi A.H. Maslow yang dibicarakan dalam Bab II.
Dalam Bab II dibicarakan teori motivasi A.H. Maslow yang merupakan suatu hirarki kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan cinta dan kebersamaan, kebutuhan harga diri dan terakhir kebutuhan aktualisasi diri. A.H. Maslow berpendapat bahwa susunan hirarki kebutuhan itu merupakan organisasi yang mendasari motivasi manusia. Semakin individu itu mampu memuaskan kebutuhan-kebutuhannya yang relatif lebih tinggi, maka individu itu akan semakin mampu mencapai individualitasnya, artinya lebih matang kepribadiannya. A.H. Maslow juga membedakan motivasi menjadi dua yaitu motivasi defisiensi (D-motives) dan motivasi pertumbuhan (B-motives). Motivasi defisiensi adalah motivasi yang bersangkut paut dengan kebutuhan-kebutuhan dasar. Sasaran utama dari motivasi defisiensi adalah mengatasi peningkatan tegangan organismik pada individu karena defisiensi. Berbeda dengan motivasi defisiensi, maka motivasi pertumbuhan (metaneeds) adalah kebutuhan yang mendorong individu untuk merealisir potensi-potensinya. Jika motivasi pertumbuhan tidak terpenuhi, maka individu akan sakit secara psikologis yang disebut metapatologi. Sebagai contoh: Jika seseorang mengalami gangguan motivasi pertumbuhan seperti kebenaran, maka metapologi yang muncul adalah kehilangan kepercayaan, sinisme, skeptisisme, kecurigaan pada orang tersebut.
Pada Bab III, dibicarakan teori aktualisasi diri A.H. Maslow yang merupakan kebutuhan tertinggi dari teori motivasinya. Untuk mencapai taraf ini maka terlebih dahulu harus dipenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar. Orang-orang yang telah berhasil mengaktualisir dirinya memiliki ciri-ciri khas yaitu kemampuan menangkap rea1itas secara akurat dan sepenuh -penuhnya; menaruh hormat kepada dirinya sendiri dan orang lain; penuh spontanitas, kesederhanaan, kewajaran; mempunyai komitmen moral yang tinggi; menunjukkan kemandirian yang lebih besar; kemampuan memberikan apresiasi; mengalami peak experiense, seperti pengalaman religius yang tinggi; mempunyai kreativitas yang tinggi, dan lain-lain.
Dalam Bab IV, diuraikan tentang kreativitas karena orang-orang yang telah mengaktualisir diri memiliki daya kreativitas yang tinggi. Kreativitas bukan hanya tercermin dalam suatu produk atau ciptaan baru, melainkan juga dalam sikap. A.H. Maslow membedakan antara special talent creativeness, seperti bakat musik, melukis dan lain-lain, dan self actualizing (SA) creativeness, yang merupakan perwujudan dari keseluruhan kepribadian yang tampil dalam kehidupan sehari-hari. Menurut A.H. Maslow terdapat perbedaan antara kreativitas primer dan sekunder, begitupula antara proses primer dan proses sekunder. Apabila kreativitas menggunakan kedua proses yaitu proses primer dan sekunder sekaligus dalam proporsi dan urutan yang seimbang, maka disebut integritas creativity, dan dari kreativitas yang terintegrasi ini timbul karya agung dalam seni, ilmu pengetahuan dan falsafah.
Setelah kita membicarakan kreativitas dalam Bab IV, maka dalam Bab V akan dibahas kaitan antara kreativitas dan manajemen. Manajemen berarti proses untuk mengadakan sarana dan sumder daya serta mempergunakannya sedemikian rupa sehingga berhasil mencapai sasaran dengan efektif dan efisien. Dalam manajemen penting sekali membuat analisis SWOT (Strength, Weakness, Oppurtunity, Threath) . Kalau peluang (Oppurtunity) dan kekuatan (Strength) cukup besar, padahal kelemahan (Weakness) dan a ncaman (Threath) sangat kecil , maka situasi ini merupakan petunjuk bahwa sasaran tepat dicapai dalam jangka pendek. Begitu pula sebaliknya. Seluruh jajaran dalam manajemen dituntut mempunyai daya kreativitas yang tinggi supaya sasaran manajemen tercapai dengan tepat. Namun untuk mengaktualisir kreativitas secara optimal sargat tergantung pada motif-motif individualnya. Sehubungan dengan itu, setiap manajer per1u mengetahui teori motivasi pada umumnya dan teori motivasi A.H. Maslow pada khususnya. Dengan demikian jelas kiranya bagi kita bahwa terdapat korelasi yang erat antara motivasi, kreativitas dan manajemen.
Sumber daya manusia adalah tema sentral dalam marajemen Oleh karena itu dalam Bab IV, A.H. Maslow melontarkan asumsi asumsi dasar tentang manusia. A.H. Maslow berpendapat bahwa manusia adalah mahluk yang bebas, mahluk yang rasiona1; mahluk yang harus di1ihat secara menye1uruh, mahluk yang berubah, dan mahluk yang tidak dapat diketahui sepenuhnya. Penulis sependapat dengan asumsi-asumsi dasar tentang manusia menurut A.H. Maslow, karena penolakan terhadap asumsi asumsi dasar tersebut manusia akan diperlakukan sebagai robot dan teralienisir. Kesimpulan yang terpenting dapat dikatakan bahwa pekerjaan dapat menjadi psikoterapi, psikogogik yang dapat membuat masyarakat dapat mercapai taraf aktualisasi diri. Pekerjaan adalah suatu hubungan timbal balik dalam masyarakat serta menimbulkan organisasi yang sehat dan pekerjaan cenderung untuk memperbaiki keadaan masyarakat. Akhirnya dapat dikatakan pekerjaan dapat memperbaiki diri masyarakat dan dunia dalam arti suatu utopia.