Skripsi ini membahas consumer society dari pemikiran Jean Baudrillard dan Herbert Marcuse dan melakukan analisa komparasi terhadap pemikiran kedua filsuf tersebut. Marcuse merupakan filsuf teori kritis dari Mazhab Frankfurt yang mengkritik masyarakat industri maju mengenai yang memiliki suatu gaya hidup konsumtif akibat tendensi totalitarian dari teknologi. Individu pada masyarakat industri maju telah terbuai oleh kemudahan-kemudahan yang dihasilkan oleh teknologi dan terbuai oleh barang-barang yang berlimpah yang dihasilkan oleh teknologi serta terbuai oleh iklan-iklan yang terus menerus mengondoktrinasikan individu untuk terus menerus mengkonsumsi kebutuhan palsu (false needs) yaitu kebutuhan yang tidak benar-benar dibutuhkan oleh konsumen. Marcuse berpendapat bahwa gaya hidup konsumtif tersebut merupakan gaya hidup yang disenangi oleh masyarakat industri maju, sehingga individu pada masyarakat industri maju telah kehilangan kekuatan untuk berpikir kritis dan untuk mengadakan perlawanan terhadap teknologi dan gaya hidup konsumtif tersebut.
Baudrillard merupakan filsuf postmodern yang mencoba menganalisa mengenai consumer society dalam relasinya dengan sistem tanda. Menurutnya, dalam consumer society yang dikonsumsi bukanlah komoditas, melainkan mengkonsumsi tanda. Tanda itu berupa pesan dan citra yang dikomunikasikan lewat iklan. Menurut Baudrillard, yang berfungsi sebagai sarana untuk mengkomunikasikan tanda kepada konsumen adalah iklan dan yang dikonsumsi oleh consumer society bukanlah kegunaan dari suatu produk, akan tetapi citra atau pesan yang ditawarkan oleh produk tersebut melalui iklan. Baudrillard berpendapat bahwa konsumsi tidak lagi dilakukan karena kebutuhan, dan konsumsi juga tidak dilakukan untuk mendapatkan kepuasan atau kenikmatan akan tetapi konsumsi ditujukan untuk mendapatkan status sosial tertentu. Marcuse dan Baudrillard sama-sama membicarakan mengenai consumer society, namun ada beberapa perbedaan mendasar dari pemikiran mereka.
Kedua filsuf tersebut memiliki perbedaan mengenai konsep logika yang mendasari consumer society. Marcuse berpendapat bahwa ada suatu logika totalitarian yang membentuk consumer society, sedangkan Baudrillard berpendapat bahwa yang membentuk consumer society adalah suatu logika sosial diferensiasi. Menurut Marcuse, teknologi memproduksi barang-barang yang berlimpah, yang kemudian dipaksakan kepada konsumen lewat iklan-iklan. Tendensi totalitarian dari teknologi tersebut membuat masyarakat industri maju memiliki suatu gaya hidup yang konsumtif, gaya hidup untuk terus menerus mengkonsumsi kebutuhan-kebutuhan palsu. Berbeda dengan Marcuse, menurut Baudrillard yang membentuk consumer society adalah logika sosial diferensiasi, yaitu keinginan individu untuk terns menerus mengkonsumsi dengan tujuan untuk mencapai status sosial tertentu atau gaya tertentu. Konsekuensi logisnya adalah, Marcuse menyatakan bahwa individu tidak memiliki kesadaran dalam mengkonsumsi, sedangkan Baudrillard menyatakan bahwa individu memiliki kesadaran dalam mengkonsumsi.
Dampak dari adanya kesadaran tersebut, Baudrillard mengatakan bahwa konsumen dapat melakukan penolakan terhadap konsumsi, sementara Marcuse mengatakan konsumen tidak dapat melakukan penolakan terhadap konsumsi. Di samping perbedaan-perbedaan tersebut, kedua filsuf ini memiliki persamaan, yaitu konsumsi merupakan sesuatu yang dipaksakan kepada konsumen dan iklan merupakan sarana untuk memanipulasikan produk-produk kepada konsumen. Pemikiran kedua filsuf tersebut sangat relevan pada masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang terperangkap antara logika totalitarian dan logika sosial diferensiasi. Pada masyarakat agraris yang tingkat pendidikannya rendah dan tingkat kemiskinannya tinggi berlaku logika totalitarian, sedangkan pada masyarakat komputer yang tingkat pendidikannya tinggi berlaku logika sosial diferensiasi.