Letak signifikansi dari Upanisad dalam pemaparan tulisan ilmiah ini adalah semangat pembaharuannya yang hingga kini dapat digunakan sebagai diskursus mengkritik ataupun re-evaluasi dogma dan keortodoxan suatu sistem. Sehingga fenomena-fenomena yang terjadi dapat ditelaah secara logis dan kritis. Maka fokus permasalahan adalah bagaimana Upanisad mengkritik persoalan-persoalan seperti ri tulitas beragama (upacara keagamaan, kurban, persembahan), yang dianggap sebagai bentuk kesia-siaan `redundancy', kemudian konsep dewa `deities' dalam teologi Hindu, yang diserang secara tajam oleh Upanisad. Persoalan lainnya yang memicu konflik adalah desakralisasi dari kasta, dimana menurut Upanisad para kaum pemuka agama ataupun mereka yang meletakan diri mereka terhormat atau 'privileged' karena posisi kasta mereka, sesungguhnya dari prinsip kardinal hukum Karma tetap sederajat di mata alam semesta. Topik inilah yang hingga saat ini masih terus menimbulkan kontradiksi, dan menunjukan keradikalan berpikir dari Upanisad. Meski di kalangan umum, Upanisad tidak dianggap sebagai sumber teks yang populis, sehingga seringkali tidak dianggap sebagai inti dari filsafat India. Melalui argumen-argumen nantinya, diharapkan dapat dicermati bahwa Upanisad merupakan ruh ataupun mercusuar bagi pemikiran yang kritis dan tajam. Berbeda dengan literatur terdahulunya, Upanisad menekankan pada dialog, suatu transaksi berpikir yang rasional serta transendental, dan tidak melekatkan pada suatu bentuk norma_norma yang mengekang. Upanisad mendobrak segala pengkultusan tradisi yang sebelumnya menjadi tema utama dalam veda-veda Iainnya. Memahami Upanisad dapat dikatakan mempelajari Filsafat India dari sumber apinya, tidak pada residu, atau debunya semata. Seperti salah satu bagian Upanisad yang penting yakni, Mundaka Upanisad, dimana Bahasa sansekertanya berarti pisau/silet, yang bertujuan membedah dan terus menerus mencari pendasaran filosofis dibalik fenomena di sekeliling manusia.