Penulisan mengenai pemberontakan muslim Rohingya yang dilakukan secara sporadis akibat tekanan yang berkepanjangan oleh masyarakat mayoritas Budha dan pemerintah junta militer Burma. Pengumpulan sumber didapatkan melalui perpustakaan-perpustakaan dan beberapa media online. Metode penulisannya menggunakan empat tahap metode sejarah. Pertama, Heuristik yaitu proses mencari dan menemukan sumber. Kedua, proses kritik, yaitu memilah-milah sumber berdasarkan wilayah, periode dan etnis. Ketiga, proses interpretasi yaitu menganalisis masalah dengan mengaplikasikan berbagai teori, dalam penulisan ini digunakan teori sosial dan teori militer. Keempat, historiografi, yaitu proses penulisan sejarah. Hasil analisa adalah pemberontakan muslim Rohingya diakibatkan oleh tindakan represif yang dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat mayoritas Budha dan pemerintah junta militer Ne Win serta kekecewaan muslim Rohingya terhadap pemerintah Burma yang tidak memenuhi tuntutan mereka untuk menjadikan daerah Arakan Utara sebagai wilayah otonomi Islam. Pemberontakan yang berlangsung selama dua periode pemerintahan Burma, masa U Nu (1948-1962) dan masa Ne Win (1962-1988) mengalami perbedaan motif penyebab terjadinya penindasan oleh kedua pemerintah tersebut. Pada masa pemerintahan U Nu muslim Rohingya ditindas oleh mayoritas Budha karena muslim Rohingya menganut agama Islam, agama yang dianggap bukan agama asli Burma. Sedangkan pada masa pemerintahan junta militer, muslim Rohingya ditindas karena sistem pemerintahan junta militer yang mengeluarkan berbagai kebijakannya yang sangat merugikan muslim Rohingya. Dalam gerakan ini muslim Rohingya tidak mendapatkan bantuan dari negara luar, hanya sedikit campur tangan dari negara tetangga, Bangladesh, yang banyak menerima pengungsi asal Arakan ini. Namun, dikarenakan ketertutupan negara Burma terhadap dunia internasional, tidak banyak yang bisa dilakukan negara-negara liar untuk membantu masalah ini. Muslim Rohingya harus berjuang sendiri tanpa bantuan dari luar negeri. Badan intemasional pun tidak banyak membawa perubahan. Walaupun organisasi PBB dan negara-negara lain telah meminta pihak pemerintah Burma untuk merubah sikap mereka terhadap warganya, mereka tidak pemah merubah sikapnya yang diktator.