Penelitian ini mengkaji tentang subsistensi manusia terutama dalam memanfaatkan tulang sebagai bahan baku peralatan. Alat tulang dimanfaatkan manusia sebagai alat bantu dalam melakukan suatu pekerjaan. Adanya pemanfaatan tulang untuk alat dapat dikenali dari bentuk, ukuran, serta ciri-ciri fisik lain yang terlihat pada alat tulang. Hal ini dapat terjadi karena adanya perlakuan tertentu pada tulang pada saat proses pembuatan dan pemakaian alat. Proses tersebut dapat berupa penajaman, penggosokan, pemangkasan, kilapan, peretusan, dan patahan. Usaha untuk menginterpretasikan pemanfaatan alat tulang oleh manusia masa lampau dilakukan dengan beberapa analisis, yaitu analisis khusus yang meliputi analisis fauna dan analisis artefaktual, serta analisis kontekstual. Tujuan analisis ini untuk mendapatkan gambaran pemanfaatan tulang hewan sebagai bahan baku, teknologi dan morfologi alat tulang, serta gambaran perkembangan teknologi alat tulang dalam satuan lapisan budaya. Gambaran pengolahan dan pemanfaatan alat tulang menggunakan teknologi pembentukan tulang yang dikemukakan oleh Eileen Johnson (1985). Gambaran pengolahan dan pemanfaatan alat tulang dilakukan dengan menempatkan unsur tajaman sebagai indikator utama dalam mengamati alat tulang. Berdasarkan bentuk, alat tulang dibagi menjadi dua hentuk utama, yaitu spatula dan lancipan. Berdasarkan indikasi kemunculan dan sebaran, penggunaan elemen tulang hewan untuk dijadikan sebagai alat pada situs Braholo didominasi oleh ulna Macaca sebagai bahan baku lancipan, dan tulang panjang Bovidae sebagai bahan baku spatula. Teknologi dan morfologi alat tulang tampak pada munculnya ciri-ciri luka buat dan pakai yang menimbulkan beberapa bentuk dan variasi. Alat tulang pada Situs Braholo memiliki jumlah dan bentuk yang beragam. Penyebab keragaman tersebut terutama disebabkan oleh faktor teknologis, antara lain proses pembuatannya yang belum terstandardisasi sehingga menghasilkan cukup banyak subtipe dan varian. Dalam hal ini, spatula memiliki 3 bentuk subtipe dan 19 bentuk varian, sedangkan lancipan memiliki 5 bentuk subtipe dan 13 bentuk varian. Ciri pembentukan alat tulang yang sama pada setiap lapisannya, menunjukkan adanya kelanjutan tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi. Puncak pemanfaatan alat tulang pada situs Braholo terdapat pada lapisan Preneolitik Holosen dan Preneolitik-Neolitik Holosen, sama halnya dengan situs-situs lainnya di Gunung Sewu. Situs Braholo sendiri mungkin juga mendapat pengaruh tradisi Sampung, di mana alat tulang dari Situs Braholo memiliki kesamaan bentuk dengan alat tulang dari Sampung.