Nasionalisme Pragmatis Pemerintahan Pertama Vladimir Vladimirovich Putin Tahun 2000-2004. (Di bawah bimbingan Dr. Zeffry Alkatiri). Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007. Nasionalisme pragmatis merupakan sebuah kajian tentang upaya-upaya yang dilakukan sebuah pemerintahan untuk menjaga kedaulatan bangsanya dalam beberapa kasus berusaha membangkitkan kembali kejayaan masa lalu. Upaya-upaya tersebut dilakukan dalam metode pragmatis yang tidak terikat dogma dan ideologi. Tujuan yang hendak dicapai adalah keuntungan paling optimal bagi bangsa dengan memanfaatkan berbagai kebijakan strategis, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hal telah dijalankan oleh pemerintahan Vladimir Vladimirovich Putin pada periode pertamanya tahun 2000-2004 di Republik Federasi Rusia.
Nasionalisme menurut Ernest Gellner pada dasarnya merupakan doktrin politik yang menuntut pertautan (kongruensi) antara unit sosial (bangsa dan unit politik (negara). Nasionalisme muncul dengan Cara yang berbeda-beda di setiap masyarakat tergantung pads nilai-nilai budaya setempat. Nasionalisme Rusia dalam setiap periode sejarahnya selalu tampil dalam bentuk nasionalisme pemerintahan (official nationalism). Hal ini terkait dengan upaya pemerintah Rusia untuk memposisikan bangsa Rusia di tengah-tengah alur evolusi sejarah dunia yang lebih banyak didominasi oleh bangsa-bangsa Eropa. Setiap upaya ini selalu menandakan corak pragmatis. Tujuannya adalah pengakuan eksistensi bangsa Rusia oleh bangsa-bangsa lain, khususnya Eropa.
Pragmatisme menurut Charles Sanders Peirce merupakan sebuah metode penalaran (method of logic). Pragmatisme disebut sebagai sebuah metode karena ia bukanlah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kehidupan manusia. Ia tampil sebagai alat untuk mencari jawaban dengan menggunakan berbagai pemikiran (ide). Pembuktian pragmatisme dapat dilakukan melalui tindakan konkret. Sebuah ide dapat dikatakan berhasil jika si pelaku tindakan telah memperoleh manfaat dari tindakannya. Jika manfaat telah diperoleh oleh si pelaku, maka sebuah ide memperoleh nilai kebenaran menurut pragmatisme.
Penggunaan terminologi pragmatis secara resmi diterapkan Putin dalam menjalankan setiap kebijakannya, terutama kebjakan-kebijakan luar negeri. Hal ini dapat dilihat dalam naskah pidato pengangkatan dirinya sebagai presiden Rusia terpilih, 7 Mei 2000; pidato resmi pertama Putin di depan parlemen (Duma), 8 Juli 2000; pidato resmi kedua Putin di depan Duma, 3 Juli 2001; dan dalam Konsep Kebijakan Luar Negeri Federasi Rusia yang dirilis tanggal 28 Juni 2000.
Nasionalisme dan pragmatisme seharusnya tidak dapat dipadukan dalam sebuah konsepsi baru karena pertentangan nilai yang dikandung kedua konsep tersebut. Hal yang paling mencolok adalah nilai-nilai demokaasi dan individualisme yang dikandung pragmatisme. Upaya mempertahankan kedaulatan sebuah bangsa lebih sering menempuh cara-cara yang tidak demokratis. Hal ini menjadi ciri khas bangsa Rusia dalam menjaga eksistensinya. Di lain pihak, bangsa Rusia merupakan bangsa yang memiliki tradisi kolektivisme. Artinya, demokrasi model Barat tidak akan pernah cocok diterapkan pada masyarakat Rusia. Namun, kajian ini mencoba untuk menggabungkan nasionalisme dengan sifat umum pragmatisme, yaitu asas manfaat. Hal ini dilakukan Putin mengingat situasi dalam negeri Rusia yang mulai mengarah pada kehancuran tatanan sosio-politik setelah kegagalan Yeltsin dalam mengelola demokratisasi pada dekade 1990-an. Kebijakan-kebijakan strategis Putin dalam kerangka konsep nasionalisme pragmatis terlihat dari upayanya untuk menjadikan Rusia sebagai kekuatan utama di wilayah Eurasia. Singkatnya, nasionalisme pragmatis merupakan doktrin politik yang mengharuskan pertautan bangsa dan negara dalam cara-cara yang mengedepankan asas manfaat demi kemajuan bangsa.