Sekularisasi adalah proses pembedaan secara fungsional elemen-elemen sosial: politik, ekonomi, hukum, dan pendidikan, dari agama, sebagai akibat dari perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat yang dulunya didominasi oleh norma-norma agama. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan teks-teks sejarah Jepang dari tahun 1868 hingga 2006 terkait peristiwa kunjungan Koizumi ke Yasukuni Jinja dan Yasukuni Jinja. Berbagai pernyataan Koizumi mengenai kunjungannya ke Yasukuni Jinja menunjukkan bahwa ia menganggap orang-orang yang gugur dan disemayamkan di Yasukuni Jinja adalah pahlawan, meskipun jaman telah berganti dan Kokka Shinto telah runtuh. Ia merasa tidak bersalah untuk mengekspresikan keyakinannya dengan cara mengunjungi Yasukuni Jinja dan tidak menginginkan pihak luar negeri campur tangan dengan permasalahan keyakinannya pribadi maupun urusan domestik Jepang. Selain itu, alasan politis kunjungan Koizumi ke Yasukuni Jinja adalah untuk memperoleh dukungan dari Asosiasi Keluarga Korban Perang yang anggota keluarganya disemayamkan di Yasukuni Jinja. Selaku seorang perdana menteri yang merupakan pemimpin negara, kunjungannya ke Yasukuni Jinja menunjukkan sikapnya yang tidak menaati undan-g_undang mengenai pemisahan agama dengan negara, sebab Yasukuni Jinja adalah institusi nasional sekaligus relijius. Tindakannya ini bertentangan dengan sistem dan ideologi yang berlaku di dalam pemerintahan Jepang di masa kini, yaitu pemerintahan demokrasi dan sekuler. Dari sudut pandang sekularisasi agama yang merupakan proses pembedaan secara fungsional elemen-elemen social, politik, ekonomi, hukum, dan pendidikan, dari agama, sebagai akibat dari perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat Jepang setelah Perang Dunia II, kunjungan Koizumi sebagai Perdana Menteri Jepang ke Yasukuni Jinja merupakan sebuah hal yang paradoks. Koizumi sebagai Perdana Menteri Jepang, sebuah negara yang memiliki undang-undang untuk tidak memberikan dukungan pada agama manapun, berdoa di Yasukuni Jinja, sebuah kuil Shinto. Bagi sebagian masyarakat Jepang tindakan Koizumi ini dipandang sebagai sikap yang tidak bertanggung jawab terhadap kejahatan agresi militer Jepang di masa lalu, terutama oleh negara-negara yang mengalami agresi militer Jepang, sikap Koizumi tersebut belum dapat dimaafkan.