Penelitian bahasa dalam karya sastra Melayu-Tionghoa masih sedikit sehingga banyak hal menarik dari bahasa ini belum tergali, padahal perkembangan karya sastra ini dianggap sudah berhenti sejak tahun 1942. Selain itu, bahasa karya sastra Melayu-Tionghoa juga berbeda dari bahasa karya-karya sastra Indonesia modern yang berkembang di saat yang bersamaan sehingga karya-karya sastra Melayu-Tionghoa semakin tersisihkan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, saya mencoba mengungkap keunikan bahasa karya-karya sastra Melayu-Tionghoa. Salah satu hal menarik yang dapat diungkap dari bahasa Melayu-Tionghoa adalah penggunaan konjungsi, khususnya konjungsi ekstrakalimat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah bahasa Melayu-Tionghoa khususnya penggunaan konjungsi ekstrakalimat-memang berbeda dari bahasa Indonesia. Perbedaan yang akan saya lihat difokuskan Iagi pada jenis-jenis, tugas, fungsi, posisi, dan kekhasan dari tiap-tiap konjungsi ekstrakalimat-konjungsi ekstrakalimat yang digunakan dalam karya sastra Melayu Tionghoa. Metode yang saya gunakan adalah metode deskriptif dan studi pustaka. Metode deskriptif saya terapkan saat menganalisis data dengan menjabarkan semua gejala penggunaan konjungsi ekstrakalimat apa adanya, sedangkan studi pustaka saya lakukan untuk memperoleh buku-buku acuan yang berhubungan dengan masalah penggunaan konjungsi ekstrakalimat serta menyaring data yang sangat banyak sehingga terpilihlah 3 novel yang saya gunakan. Novel-novel tersebut berjudul Nyai Alimah karya Oei Soei Tiong yang terbit tahun 1904, Peniti-Dasi Barlian karya Tan King Tjan yang terbit tahun 1922, dan Kaetoekannja Bunga Srigading karya Tan Boen Soan yang terbit tahun 1931. Dari analisis yang dilakukan, ditemukan bahwa fungsi, posisi, dan tugas konjungsi ekstrakalimat dalam bahasa Melayu-Tionghoa tidak jauh berbeda dari penggunaan konjungsi dalam bahasa Indonesia. Hanya saja, munculnya pengaruh bahasa Melayu (klasik) menambah jenis konjungsi ekstrakalimat yang digunakan di dalam karya sastra Melayu-Tionghoa seperti arkian, hatta, sabermula, dan syahdan yang di dalam bahasa Indonesia sekarang sudah dianggap arkais atau tidak digunakan lagi. Seiain itu, ada pula variasi penulisan dari beberapa konjungsi dan perbedaan frekuensi penggunaan dari tiap-tiap novel yang menjadi kekhasan tersendiri dari penggunaan konjungsi ekstrakalimat bahasa Melayu-Tionghoa ketiga novel tersebut