Sebagai karya sastra daerah, roman Supraba Lan Suminten (karya Kamsa, diterbitkan pertama kali oleh Balai Pustaka, 1923; diterbitkan ulang oleh Pusat Bahasa, 1980) tergolong ke dalam hasil karya sastra Jawa zaman Balai Pastaka, atau tergolong ke da_lam karya sastra Jawa modern periode 1908-1945. Roman Supraba Lan Suminten, kemunculannya di antara roman-roman lain seperiode, ternyata menampilkan nafas baru, yakni sama sekali tidak mengungkapkan ihwal kalangan bangsawan (baca: istana sentris) sebagaimana tema cerita yang digemari para pengarang sastra lama, dan kemudian masih berpengaruh pada kebanyakan roman-roman sastra Jawa modern periode 1908-1945 itu. Tokoh-tokoh utama dalam roman Supraba Lan Suminten ada_lah, justru para priyayi kecil bernama Supraba dan Suminten yang karena berpe-rilaku nerima, hormat, jujur, dan rendah hati, berhasil meraih cita-citanya sebagai orang berpangkat dan terpandang sehingga hidup berbahagia. Kiprah para tokoh dalam roman ini menarik perhatian, karena suasana pada waktu roman diterbitkan pertama kali (1923), yakni suasana pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, setidaknya me_nyiratkan berbagai hal, antara lain: (1) pengarang harus tunduk kepada peraturan Ba_lai Pustaka, sehingga setuju tidak setuju, harus mengungkapkan kebaikan hati pejabat Belanda; (2) pengarang harus berhati-hati apabila berniat mendidik pembacanya dalam hal moral dan etik, dan (5) pengarang, diam-diam, merasa sudah saatnya harus menam_pilkan tokoh dari golongan priyayi cilik 'priyayi kecil', yang kemudian diformulasi_kan dalam wujud yang tetap bersifat politik : priyayi kecil itu adalah pegawai seorang pembesar Belanda (yang kebetulan) baik hati. Meskipun tidak berasal dari golongan bangsawan, ternyata perilaku dan sikap hidup tokoh Supraba dan tokoh Suminten dapat diandalkan sebagaimana layaknya orang terpelajar yang tabu adat. Mereka dapat menjunjung nilai-nilai moral dan etik : patuh terhadap atasan, rajin, memiliki loyalitas, sederhana, dan kreatif.