Toleransi adalah sikap yang sepatutnya diambil dalam hubungan antarmanusia yang sarat perbedaan untuk mencapai keharmonisan dan perdamaian. Meskipun begitu, sikap tersebut memang tidak semudah mengucapkannya. Toleransi adalah kemampuan yang harus dipelajari, bukan sifat naluriah manusia, yang cenderung terdorong untuk intoleran terhadap perbedaan yang dianggapnya sebagai ancaman. Intoleransi memang banyak terjadi di mana saja dalam hubungan antarbudaya dan antarmanusia. Anak-anak dan remaja tidak lepas dari masalah tersebut. Intoleransi dapat terjadi atas alasan apa pun, termasuk perbedaan kelas ekonomi, milieu dan orientasi seksual. Contoh kasus untuk ketiga masalah tersebut muncul dalam dua cerita karya Karen-Susan Fessel, "Und Wenn Schon!" dan "Steingesicht". Kedua karya tersebut masing-masing bercerita tentang seorang anak laki-laki dan perempuan yang merasa sengsara karena intoleransi yang mereka terima dari lingkungannya, yang sebaliknya membuat mereka sendiri jadi intoleran.
Toleration is a stance that should be taken in human relations that is filled with diversity in order to achieve peace and harmony. Even so, the said stance is easier said than done, since the human nature is typically intolerant to differences that are considered as threats. Therefore, toleration is a learned ability beyond human instincts. Intoleration happens anywhere in human relations during childhood and adulthood. Intoleration could happen for any reason, such as differences in economic classes, milieus and sexual orientations. Exemplary cases of the aforementioned problems can be found in two stories by author Karen-Susan Fessel, "Und Wenn Schon!" and "Steingesicht". Those two stories are about a boy and a girl respectively who felt miserable because of the intolerance in their surroundings, which in turn made them intolerant as well.