Masa lalu seseorang adalah sebuah proses pembentukan karakter individu. Hal ini terlihat pada karakter fiksi rekaan Thomas Harris, yaitu Hannibal Lecter. Ia telah kehilangan orang tua dan adik tercintanya ketika ia menginjak usia enam tahun. Ia berkembang menjadi anak yang sulit diatur, penyendiri, namun genius. Ketika dewasa, ia menjadi dokter kejiwaan sekaligus ahli forensik yang sukses. Namun di balik itu, ia merupakan orang yang gemar membunuh orang lain dengan sadis dan memakan tubuhnya. la tidak segan menyingkirkan seseorang yang menghalanginya untuk mendapatkan yang ia inginkan. la hanya mengenal dua hal: hal yang membuatnya senang, dan yang tidak. la selalu memilih hal yang pertama. Karakternya yang unik inilah yang hendak dianalisis melalui pendekatan psikoanalisis igmund Freud dan egoisme Max Stirrer. Teori kepribadian Freud menyatakan bahwa terdapat tiga struktur psikis manusia: id, ego, dan superego. Ketiganya bekerja dalam mekanisme yang seimbang. Namun, dalam beberapa kasus, ketiganya tidak dapat bekerja dengan semestinya, sehingga menimbulkan suatu gangguan neurotik atau psikotik. Dalam perspektif Freudian, Lecter merupakan individu dengan ketidakseimbangan psikis yang menyebabkan ia selalu dikuasai oleh dorongan-dorongan id, yaitu selalu bertindak atas dasar kenikmatan. Oleh Freud, hal ini disebut gangguan psikosis. Tindakannya ditentukan oleh hasrat-hasrat. Semua ini merujuk pada dirinya yang egois dan tak peduli pada hal selain dirinya. Bagi Stirner yang hidup sebelum Freud, manusia dipahami sebagai individu yang otonom dengan predikat kepemilikan pribadi. Menurutnya, Yang ilahi adalah urusan Tuhan, yang manusiawi adalah urusan manusia. Urusanku bukanlah yang ilahi dan bukan juga yang manusiawi, bukan juga yang benar, yang baik, yang adil, yang bebas, dan lain-lain ; melainkan milikku belaka. Lecter telah menjadi the owner, memiliki segala hal yang ada dalam kuasanya dan kendalinya. Dengan memiliki, ia akan mendapatkan dan menikmati segala hal yang diinginkannya, karena kepemilikan merupakan keseluruhan keberadaan dan eksistensinya. Dengan menjadi egois, ia telah menemukan dirinya melalui self-reflection sebagai dasar ontologis manusia, dan kemudian mampu mendefinisikan dirinya. Setelah melalui penelitian, Lecter layak disebut sebagai manusia psikotik-egoistik. Hal ini dimaksudkan untuk memberi klasifikasi dan pemahaman baru mengenai mentalitas Hannibal Lecter. Kata Kunci : karakter fiksi; psikoanalisis; teori kepribadian; psikotik; egoisme; egoistik; individualistik