Penulis dalam skripsi ini menganalisis perkawinan tokoh Kakang dan Tata dalam novel Test Pack. Test Pack merupakan novel populer yang mengangkat kisah pasangan muda yang menjalani perkawinan. Konflik terjadi karena selama tujuh tahun menikah Tata dan Kakang belum dikaruniai anak Mereka sudah melakukan berbagai cara untuk mendapatkan anak, tetapi belum juga mendapatkan hasil. Keduanya sama-sama ingin segera mempunyai anak. Namun, yang merasa paling tertekan karena belum mempunyai anak adalah Tata. Ia takut dinyatakan infertil. Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata yang infertil adalah Kakang. Dalam masyarakat, khususnya masyarakat dengan budaya patriarkat yang kuat, apabila dalam sebuah perkawinan belum dikaruniai anak, perempuan yang akan disalahkan. Sejak dahulu sudah berkembang stereotipe yang mengharuskan perempuan untuk menjadi seorang istri dan ibu yang baik. Hal ini juga yang dialami oleh Tata. Ia merasa sangat gelisah dan tertekan karena belum mempunyai anak. Walaupun sang suami tidak pernah menekan atau menyalahkannya, Tata sering menyalahkan dirinya sendiri. Oleh karena itu penulis tertarik menganalisis permasalahan ini. Terdapat tiga rumusan masalah yang mendasari penelitian, yaitu (1) bagaimana tokoh, penokohan, dan latar digambarkan serta dianalisis dalam perpektif gender; (2) bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang terjadi dalam perkawinan Tata dan Kakang; (3) mengapa ketidakhadiran anak dapat menjadi konflik dalam perkawinan Tata dan Kakang dan kaitannya dengan pemikiran bias gender. Melalui perspektif sosiologi perkawinan, penulis mengklasifikasi perkawinan Tata dan Kakang berdasarkan pola hubungan suami-istri menurut Schanzoni dan Scanoni.Test Pack ditulis oleh Ninit Yunita. Setelah menganalisis, penulis menemukan bahwa tokoh dan latar sangat mempengaruhi keutuhan cerita. Selain itu, terdapat dua bentuk ketidakadilan gender yang timbul akibat pemikiran bias gender dalam perkawinan Tata dan Kakang. Ketidakadilan gender yang pertama adalah stereotipe. Tata memiliki stereotipe perempuan dan Kakang memiliki stereotipe laki-laki. Stereotipe dan pemikiran tentang perempuan dan laki-laki yang dikonstruksi oleh masyarakat telah mempagaruhi pemikiran mereka sehingga terbentuk stereotipe dalam diri mereka. Dari sini penulis menyimpulkan bahwa stereotipe yang kuat tentang perempuan menyebabkan ketidakhadiran anak menjadi konflik dalam perkawinan karena mempengaruhi Tata secara psikologis Ketidakadilan gender kedua yang ada dalam perkawinan mereka adalah verbal abuse (kekerasan verbal). Temuan terakhir yang penulis dapatkan adalah perkawinan Tata dan Kakang termasuk dalam pola equal partner marriage karena tidak ada kekuasaan yang lebih tinggi satu sama lain dalam perkawinan mereka. Schanzoni dan Scanoni adalah ahli sosiologi yang menulis teori pola-pola perkawinan.