Sektor pertambangan minyak dan gas bumi mempunyai hubungan yang erat dengan sektor kehutanan dalam hal penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan. Oleh karenanya masalah tumpang tindih lahan antara keduanya tidak dapat dihindari. Salah satu hal yang melatarbelakangi tumpang tindih lahan ini adalah pengukuhan kawasan hutan dalam suatu wilayah dimana dalam wilayah tersebut sebelumnya telah ada kegiatan usaha pertambangan minyak dan gas bumi. Pengukuhan tersebut terjadi jauh setelah wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi yang bersangkutan ada dan berjalan. Hal ini terjadi pada wilayah kerja PT Pertamina EP yaitu Field Sangatta-Kalimantan Timur yang berada satu wilayah dengan Kawasan Taman Nasional Kutai. Selain itu dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang mengatur bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung dan untuk pemanfaatannya dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional, justru menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pelaku usaha. Selain itu tidak adanya atau tidak diselenggarakannya penataan ruang yang jelas dan maksimal oleh Pemerintah juga menyebabkan timbulnya masalah tumpang tindih lahan ini. Di satu sisi sektor pertambangan minyak dan gas bumi sebagai salah satu sumber terbesar devisa Negara dituntut untuk memenuhi target produksi Pemerintah. Namun di sisi lain dalam pengusahaannya terbentur oleh aturan-aturan lain yang ada sehingga menghambat jalannya kegiatan usaha. Oleh karenanya perlu segera dilakukan pencegahan dan penanganan atas masalah tumpang tindih lahan ini.
Oil and gas sector has a strong connection with forestry sector in terms of utilization of forest area. Derived from this, the issue of overlapping between two sectors is inevitable. One of the backgrounds for this overlapping is the etermination of forest area in an area which already has an oil and gas business activity. Such determination is occurred long after the related oil and gas activity existed and operated. This happened to PT Pertamina EP?s working area which is Field Sangatta-East Kalimantan that exists in the same area as Kutai National Park (Taman Nasional Kutai). Furthermore, by issuing Law Number 41 year 1999 regarding Forestry that regulates the utilization of forest area, it creates uncertainty of law for business practitioner. In addition, the absence of clear and maximum spatial use management by the Government also can caused this overlapping issue. On one side the oil and gas sector has become one of the country?s biggest income?s sources thus it is required to fulfill the production?s target from the Government. However on the other side the operation has barriers from the existing law and regulation which it can hinder the business activity itself. Based on that, it is required to immediately conduct the prevention and mitigation actions for this overlapping issue.