(I) Dalam struktur keuangan negara, pajak sudah seharusnya menjadi tulang punggung penerimaan negara. Proporsi penerimaan pajak dalam anggaran negara seharusnya lebih tinggi dari proporsi hutang. Untuk hal itu, pemerintah Indonesia melaksanakan reformasi perpajakan semenjak tahun 1983.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah salah satu jenis pajak yang digalakkan sejak reformasi pajak 1983, menggantikan Pajak Penjualan (PPn) 1951. Tujuan utama dari penciptaan pajak pertambahan nilai adalah untuk menyederhanakan dan menghindari perhitungan pajak berganda. Hal ini menjadi perlu sejalan dengan intensitas kegiatan ekonomi yang makin meningkat.
Oleh karena itu, skripsi ini akan melihat mekanisme penerapan prosedur Pajak Pertambahan Nilai dengan kekhususan pada pedagang besar. Pedagang besar yang terpilih sebagai obyek penelitian adalah suatu pedagang besar yang bergerak di bidang perdagangan barang dan jasa komputer, yang disebut PT X.
Salah satu prinsip PPN 1984 adalah yang disebut dengan indirecti
substraction method yang intinya adalah bahwa pajak yang dibayar merupakan selisih antara pajak keluaran dan pajak masukan. Oleh karena itu pengusaha terdorong untuk melaporkan kegiatannya dengan benar, karena berkepentingan dengan restitusi atas pajak yang dibayar. Untuk kepentingan tersebut, Faktur Pajak mempunyai peranan yang sangat penting.
Dalam kasus PT X, ternyata prinsip tersebut tidak berjalan dengan baik. Dalam melakukan pembelian dari luar negeri (impor), PT X menggunakan jasa perusahaan importir lain atas dasar inden. Tetapi PT X tidak meminta Faktur Pajak, maka pengkreditan pajak tidak dapat dilakukan dengan sempurna. Sehubungan dengan itu, salah satu saran yang diajukan dalam skripsi ini adalah agar PT X, dalam transaksinya di masa yang akan datang, meminta Faktur Pajak. Dengan demikian prosedur perpajakan yang diatur dalam UU PPN 1984 dapat berjalan dengan baik dan tidak merugikan pembeli atau pihak lain.
Selain hal tersebut di atas, skripsi ini juga akan melihat dampak UU PPN 1984 terhadap penentuan harga jual produk dan jasa yang dijual PT X. Dalam penentuan harga jual secara administrasi dalam Faktur Pajak ada yang sudah termasuk PPN (pajak keluaran) dan ada yang tidak. Sedangkan pajak masukan untuk barang tersebut merupakan perkiraan yang terpisah dari penentuan harga jual karena pajak masukan bukan merupakan unsur harga pokok. Dalam PT X karena tidak terjadi pengkreditan pajak yang sempurna maka pajak masukan merupakan unsur harga pokok sehingga secara langsung mempengaruhi penetapan harga jual.
Perhitungan pada skripsi ini menunjukkan bahwa dalam PT X terjadi pajak berganda karena pajak masukan merupakan unsur harga pokok. Jika PT X melakukan perhitungan pajaknya dengan benar, maka harga jual produknya dapat diturunkan yang berimplikasi kepada keadilan bagi pihak pembeli dan peningkatan daya saing usaha bagi perusahaan.