Umumnya fungsi produksi konvensional memiliki bentuk Yi* = fi (x1,x2....xm) + (ei) yang mana Yi* adalah output potensial yang maksimum, sedangkan adalah tingkat input yang digunakan, dan adalah kesalahan acak statistik yang menunjukkan bahwa output potensial yang maksimum berbeda untuk setiap perusahaan. Dan tingkat kesalahan teksebut diharapkan dapat meliputi komponen sisa (residual). Pada kenyataannya perusahaan memproduksi tidak pada batas produksinya, tetapi kadang-kadang di bawahnya yang berarti output yang dihasilkannya tidak mencapai tingkat potensial maksimumnya. Oleh karena itu, variabel tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok, pertama adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikuasai pelaku dalam proses produksi, seperti cuaca, iklim dan termasuk juga tingkat kesalahan acak yang umumnya terjadi dalam setiap proses produksi. Faktor-faktor ini disebut komponen random. Dan yang kedua adalah yang disebabkan faktor-faktor yang dapat dikuasai oleh pelaku dalam proses produksi atau sering disebut faktor-faktor yang berasal dari inefisensi teknis. Karena itu, output aktual yang dihasilkan oleh perusahaan mempunyai model sebagai berikut: Yi = fi (xl,x2,...,xm) + ( ui + vi ) yang mana y dan x adalah tingkat output dan input, ui adalah inefisiensi teknis dan vi adalah tingkat kesalahan statistik yang meliputi variabel-variabel lain yang dianggap tidak penting dan termasuk juga kesalahan ukur. Pada dasarnya ada dua cara untuk mengukur hal tersebut. Pertama melalui metode deterministik dan kedua Oetode melalui frontier stokastik. Dalam skripsi ini yang dipergunakan adalah metode kedua. Dengan membatasi permasalahan pada sektor industri pengolahan Indonesia, dengan periode 1979-1983 dan 1984- 1988, dan membedakan input yang digunakan menjadi modal, tenaga kerja, bahan baku dan energi, dilakukan estimasi fungsi produksi frontier stokastik dan pengukuran inefisiensi untuk kedua periode. Inefisiensi teknis periode 1984-1988 lebih tinggi daripada inefisiensi teknis 1979-1983. Hal ini berarti pOriode kebijakan industri substitusi impor memiliki inefisiensi teknis yang lebih rendah dibandingkan dengan periode kebijakan industri promosi ekspor. Sub sektor industri yang memiliki inefisiensi teknis terkecil adalah industri barang antara kemudian berikutnya industri barang jadi/konsumsi dan terakhir industri barang modal, hal itu terjadi untuk kedua periode. Input modal dan tenaga kerja diperkirakan dapat mengurangi tingkat inefisiensi teknis pada periode 19791983, sedangkan dalam periode 1984-1988 diperkirakan hanya input modal yang dapat mengurangi tingkat inefisiensi teknis.