Naskah dluwang ini merupakan sebuah fragmen, yang halaman-halaman depan maupun belakangnya telah hilang; halaman pertama naskah ini diberi nomor 99, sampai dengan 219, belum tamat. Baik teks awal yang mendahului, maupun teks lanjutan tidak diketahui keberadaannya. Naskah memuat teks dari siklus Menak Amir Hamzah. Teks berawal dengan kisah ketika Wong Agung Menak menyerang Prabu Jaminambar. Cerita Menak ini kemudian terpenggal pada h.219, pada bagian penyerbuan tentara Arab ke negara Kanjun yang diperintah oleh Raja Sadaralam, yang dianggap telah ingkar kepada janji yang telah diucapkannya kepada Amir Hamzah. Teks ini cukup unik, dan perlu diteliti lebih jauh, melihat bentuknya prosa, suatu fenomena yang amat jarang dalam sastra Jawa sebelum akhir abad ke-19. Raja Sadaralam adalah gelar Muhammad Sadar, setelah naik tahta di kerajaan Kanjun. Cerita tentang Raja Sadaralam dapat diperiksa dalam teks Serat Muhammad Sadar (MSB/L.224, FSUI/CI.91-92). Sedangkan informasi bibliografis dan referensi umum tentang Serat Menak, dapat diperiksa dalam FSUI/CI.60. Dilihat dari segi paleografi, naskah ini cukup mengundang perhatian untuk dapat dibicarakan lebih lanjut, mengingat bentuk aksaranya yang memiliki karakter tersendiri. Penyalin naskah menyalin teks dengan bentuk aksara tegak; penggunaan tanda suku miring dan memanjang; banyaknya pemakaian aksara rekan yang bercampur dengan aksara biasa; dan gaya-gaya khas yang tampil pada beberapa aksara, seperti , , , dan . Walaupun tulisan dalam naskah ini sangat khas, studi paleografi Jawa masih sangat terbatas, dan tempat maupun waktu penyalinan belum dapat dipastikan, sekalipun berkesan cukup tua dan menunjukkan beberapa ciri tulisan pasisiran. Naskah diperoleh Pigeaud dari Kiliaan Charpentier, pada bulan Juli 1927. Alih aksara naskah ini juga ada, hasil karya Padmadarsana pada bulan Februari 1930; lihat FSUI/CI.87 untuk alih aksara tersebut.