Naskah ini berjudul Pethikan Serat Centhini (h.i, sampul, punggung), namun dalam teks petikan itu hanya ditemukan dalam beberapa pupuh saja. Naskah ini adalah naskah majemuk yang berisi bermacam-macam teks, seperti petikan beberapa tulisan tertentu, primbon, sejarah dan lain-lain. Rincian isinya adalah sebagai berikut: I petikan Serat Centhini (h.1-9). Teks ini mengisahkan ajaran Jamal Jamil kepada penghulu Basarudin agar betah sahwat, mendapat keturunan, dan berbagai persyaratan mengolah sawah. Petikan terdiri atas tiga pupuh, sebagai berikut: (1) dhandhanggula; (2) girisa; (3) pucung. 2. Teks pawukon (h.52-60), menerangkan watak Wuku 30 beserta bahaya dan cara menghindarinya. Teks ini terdiri atas 32 bait tembang dhandhanggula, dimulai dengan 'Wasi Wregasana ambadhidhig, mathemumuk mesem sarwi mojar.'' 3. Teks primbon (h.61-65) berisi hitungan mengenai cara membuat berbagai macam pagar (petangan). Teks ini terdiri dari 15 bait tembang dhandhanggula, dimulai dari 'Sinekaraning wong kang akardi, ing pomahan dipun estokena yen garap pager. 4. Petikan Serat Rama (h.68-112), menceritakan ketika Rama mengajari Wibisana tentang bagaimana menjadi pemimpin yang bijaksana. Cerita berlanjut hingga Dewi Sinta membakar diri. Cerita berakhir dengan dialog Rama dengan dua orang raja tentang kedudukan dan arti empat macam tekad, yakni brata, sopana, yakti, waskitha. Teks terdiri atas 7 pupuh sebagai berikut: (1) dhandhanggula; (2) sinom; (3) kinanthi; (4) asmarandana; (5) sinom; (6) pangkur; (7) dhandhanggula. 5. Teks primbon (h.115-117), berisi perhitungan mengenai kedudukan rijal pada tiap-tiap hari (petangan). Teks ini menggunakan tembang maskumambang yang terdiri dari 14 bait, dimulai dengan 'Lamun dinten Ngakat Rijalolah gaib, kidul leres genya. 6. Petikan Serat Centhini (h. 117-164), menceritakan saat Amongraga memberi wejangan kepada istrinya Ken Tambangraras dan adiknya Jayengraga. Cerita berlanjut hingga Amongraga mengajarkan berbagai ilmu rasa. Petikan terdiri atas empat pupuh, sebagai berikut: (1) jurudemung; (2) dhandhanggula; (3) sinom; (4) dhandhanggula. 7. Petikan Serat Menak (h.165-176), menceritakan saat Raja Gulangge bertempur dengan Wong Agung. Dua pupuh, yaitu: (1) gambuh; (2) sinom. 8. Teks Sejarah Dalem Pakubuwana X (h. 177-194), menceritakan garis keturunan PB X dimulai dari Raja Majapahit terakhir Prabu Brawijaya. Teks terdiri atas jiga pupuh, Sebagai berikut: (1) dhandhanggula; (2) sinom; (3) dhandhanggula. 9. Teks Musyawaratan Para Wali (h. 195-235), berisi berbagai hal perdebatan filosofis Islam, diawali oleh Seh Malaya dilanjutkan oleh Sunan Giri, Sunan Geseng, Sunan Cirebon, Sunan Ampel, Sunan Kudus, Sunan Prawata dan Seh Maulana Magribi. Teks terdiri atas delapan pupuh, sebagai berikut: (1) sinom; (2) dhandhanggula; (3) maskumambang; (4) durma; (5) kinanthi; (6) pangkur; (7) pucung; (8) dhandhanggula. 10. Teks primbon dikutip dari Serat Centhini (h.235-237), berisi ajaran Nabi Muhammad kepada anaknya Siti Fatimah dan Sayidina Ali tentang saat baik dan buruknya bersanggama. Teks ini dimulai dengan tembang sinom terdiri dari 14 bait, cuplikan bait awalnya sebagai berikut, 'Kadis saresmi sekar sinom, sinekaran roning kamal.'' Menurut keterangan pada h.l 14, disebutkan bahwa Serat Pethikan Warni-warni ini merurjakan milik R.M.Ng. Brajakusuma, seorang panewu kabayan di Surakarta, namun keterangan mengenai penyalin atau saat penyalinan tak ditemukan. Naskah disalin dalam dua jenis kertas yang berbeda namun tampaknya berasal dari kertas produksi awal abad ke-20. Teks pemah diringkas oleh Mandrasastra pada bulan April 1932. Pigeaud menda-patkan naskah ini dari seorang Tn. van der Gracht pada tanggal 16 Desember 1929. Ringkasan teks yang dibuat oleh Mandrasastra juga dimikrofilm, sebagai lampiran keterangan naskah. Pada sampul luar juga terdapat keterangan mengenai isi teks, berikut halamannya. Selain teks-teks pokok di dalam naskah ini juga terdapat beberapa catatan tambahan. Di antaranya menyebutkan tentang keinginan seorang bernama Mangunwiharja untuk masuk dalam perkumpulan Sukalegawa (h.i), catatan menge-nai laporan rapat dan pengeluarannya (h.ii,iii), dan catatan jalannya persidangan (h.242, 244-245). Semua keterangan itu menyebutkan bahwa R.M.Ng. Brajakusuma adalah pemimpin dari perkumpulan Sukalegawa.