Cerita binatang atau fabel yang mengandung ajaran, umum terdapat di mana-mana. Setiap daerah mempunyai seekor binatang yang merupakan tokoh utama. Di daerah Toraja misalnya, tokoh utamanya adalah burung hantu, sedangkan di Jawa dan Sumatra adalah sang Kancil atau pelanduk. Di Jawa cerita kancil sangat populer. Mulanya cerita ini beredar secara lisan kemudian dibukukan pada abad ke-19. Cerita tersebut agak digemari, terbukti dengan adanya beberapa buku yang mengalami cetak ulang sampai dua atau tiga kali. Dalam semua versi cerita kancil berbahasa Jawa, ceritanya dapat dilihat sebagai suatu siklus yang menceritakan seluruh riwayat hidup sang Kancil sejak lahir sampai meninggalnya. Salah satu versi Serat Kancil yang tertua adalah Serat Kancil Amongsastra (selanjutnya disingkat SKA) karangan Kyai Rangga Amongsastra, seorang penulis Kadipaten selama pemerintahan PB V di Surakarta. Serat kancil tersebut dikarang pada tahun 1822. Atas usaha Dr. W. Palmer van den Broek, SKA dicetak pada tahun 1878 dengan judul Serat Kancil anyariyosaken lelampahahanipun kancil, kidang, lan sapanunggilanipun satowana. Buku ini diterbitkan kembali pada tahun 1889 dengan perantaraan D.F van der Pant, sesudah mendapat perbaikan di sana sinomi. SKA telah digubah dalam bentuk prosa oleh Ki Padmasusastra (Ng. Wirapustaka) dengan judul Serat Kancil Tanpa Sekar, Lampah-lampahipun Kabayan Kancil, diterbitkan oleh H.A Benjamin di Semarang pada tahun 1909. Berikut di bawah ini adalah isi pokok cerita Serat Kancil Amongsastra: l. Jenang dodol Nabi Sulaeman. 2. Ikat pinggang Nabi Sulaeman. 3. Gambuhelan Nabi Sulaeman. 4. Kancil tertangkap oleh petani. 5. Kancil menangkap raksasa. 6. Kancil menyeberangi sungai dengan menghitung buaya. 7. Lepas dari mulut buaya. 8. Perlombaan kancil dengan siput. 9. Kancil terjerumus ke dalam sumur. 10. Anak berang-berang mati terpijak oleh kijang. 11. Kera merusak persahabatan harimau dengan kerbau, kerbau ditolong kambing. 12. Kijang menyelamatkan anak-anak burung, kemudian burung-burung membalas budi kijang waktu kijang dikhianati oleh kera. 13. Kijang menyelamatkan diri dari buaya. 14. Kijang menolong anak-anak burung branjangan. 15. Sekali lagi kijang menyelamatkan diri dari buaya. 16. Kijang difitnah kuwuk, tetapi kijang ditolong oleh burung branjangan. Kuwuk mati. Serat Kancil lain yang juga mempakan buku induk adalah Serat Kancil yang diterbitkan oleh G.C.T van Dorp di Semarang pada tahun 1871, berjudul Serat Kancil, awit kancil kalahiraken ngantos dumugi pejahipun wonten ing nagari Mesir, mawi kasekaraken. Buku ini mengalami cetak ulang sebanyak dua kali yaitu pada tahun 1875 dan 1879. Pengarang teks versi ini tidak diketahui. Tentang masa penulisannya, Brandes berpendapat bahwa Van Dorp menerbitkan versi teks lama. Angka tahun 1871 yang termuat pada pupuh pertama edisi ini menunjukkan masa naskah pertama kali naik ke percetakan. Pada tahun 1881 F.L. Winter menyalin teks ini ke dalam bahasa Melayu, berbentuk prosa, dengan judul Lotgevallen van den kantjil in het Maleisch. Setahun berikutnya yaitu pada tahun 1882, ia menyalin dan menerbitkan teks yang sama dalam bahasa Jawa berbentuk prosa dengan judul Lotgevallen van den kantjil, geillustreed met 12 platen uit den poezie in proza overgebracht en voor de jeugd omgewerkt atau Serat dongeng anyariosaken lelampahanipun kancil kajarwekaken dening Tuwan F.L. Winter ing Surakarta, kangge waosan para lare, mawi rinengga ing gambuhbar 12 idji. Kedua buku tersebut diterbitkan oleh Penerbit Gebr. Gimberg di Surabaya. Berikut di bawah ini adalah isi pokok cerita Serat Kancil van Dorp: 1. Kancil ditangkap petani. 2. Perlombaan kancil dengan siput. 3. Kancil terjerumus ke dalam sumur. 4. Kancil menyeberangi sungai dengan berkendaraan seekor buaya. 5. Kancil mendamaikan kera dengan harimau, tetapi berakhir dengan perselisihan antara keduanya. 6. Kancil membunuh 11 ekor anak babi hutan. 7. Jenang dodol Nabi Sulaeman. 8. Ikat pinggang Nabi Sulaeman. 9. Terompet Nabi Sulaeman. 10. Mengadili perselisihan harimau dengan kambing. 11. Mengadili perselisihan burung dares dengan burung beluk. 12. Kancil menyuruh kerbau menghitung buah beringin. 13. Mengikat ular. 14. Kancil menangkap raksasa. 15. Kancil minta 70 buah durmai kepada landak. 16. Kancil menyeberangi sungai dengan menghitung buaya. 17. Menaklukkan semua binatang. 18. Kancil pergi ke Mesir dan pengalaman-pengalaman kancil di Mesir. Serat Kancil Salokadarma merupakan buku induk lain. Buku ini dikarang oleh R.A. Sasraningrat, putra Pakualam di Yogyakarta, berangka tahun 1891. Serat Kancil ini banyak memuat penjabaran ngelmi kasampurnan. R.P. Natarata menggunakan buku tersebut sebagai sumber untuk menggubah Serat Kancil Kridamartana (Yogyakarta: H. Buning, 1909). Berikut ini adalah isi pokok cerita Serat Kancil Salokadarma: 1. Kerbau minta nasehat kuwuk, kemudian kepada kentus karena ancaman harimau. Harimau tertipu oleh kentus. Kuwuk meninggal karena terseret oleh harimau. 2. Kentus meninggal. Istrinya, si kambing melahirkan anak seekor kancil. Kancil dipelihara kerbau sebagai balasan jasa ayahnya. 3. Kancil berlomba dengan siput. 4. Kancil tertangkap petani. 5. Kancil bertobat kepada Tuhan dan diangkat menjadi raja di Gebangtinatar, sebagai wakil Nabi Sulaeman. 6. Buaya yang tak tahu berterima kasih mendapat hukumannya. 7. Harimau menjadi gisau. Dipanggil oleh kancil tidak mau menghadap. 8. Kuwuk juga menyatakan diri menjadi guru, ditangkap oleh sang Kancil dan diasingkan. 9. Harimau dipanggil untuk ketiga kalinya, tetap menolak. Kancil datang kepada harimau dan belajar kepadanya. Harimau diangkat menjadi jurumertani Sang Kancil. Sumber-sumber lain yang menguraikan tentang Serat Kancil cukup banyak. Di antaranya adalah Vreede 1892: 313-314, Brandes 1903, Pratelan I: 137-147, II: 250-255, Juynboll 1911: 104, Asdi Saridal Dipodjojo 1962, Behrend 1990: 327-332. Setelah melihat naskah-naskah Serat Kancil koleksi Ruang Naskah FSUI (FSUI/CL.57-62) ternyata masing-masing teks merupakan versi tersendiri. Keterangan lebih lanjut lihat masing-masing deskripsi naskah. Adapun CL.57 ini diberi judul Dongeng Sato Kewan oleh Pigeaud. Namun demikian, teks ini tidak ada kaitan sama sekali dengan karangan C.F. Winter dengan judul yang sama (berulang kali terbit sejak 1854, lihat Pratelan I: 40-41), melainkan, penyunting cenderung menganggap teks ini sebagai seversi dengan Cerita Kancil karena hanya cerita binatang dengan kancil sebagai tokoh utamanya yang dimuat di dalamnya. Cerita siklus Kancil dimulai dari kelahiran kancil sampai menjadi raja di negara Rum. Naskah ini memuat banyak ajaran di antaranya adalah ajaran keong kepada kancil tentang agama Islam, ajaran Seh Imam Sapingi, Nabi Muhammad dan lain-lain. Secara garis besar isi pokok Serat Kancil ini adalah sebagai berikut: 1. Kancil lahir dari seorang putri pendeta bernama Dewi Sungkawa. 2. Kancil ditangkap bapak tani. 3. Perlombaan kancil dengan keong. 4. Kancil tercebur ke dalatn sumur, kemudian menipu gajah sehingga berhasil keluar dari sumur. 5. Kancil bertemu dengan kijang. 6. Kancil bertemu buaya. 7, Kancil menolong kera dari ancaman harimau, kemudian mendamaikan keduanya. 8. Kancil membunuh 11 ekor anak babi hutan. 9. Kancil mengelabui harimau dengan menyuguhi jenang yang sebenarnya adalah tlethong (tahi kerbau/sapi). 10. Harimau kembali dikelabui oleh kancil untuk mengenakan ikat pinggang dari Tuhan yang sebenarnya adalah ular. Ular dan harimau bertarung. 11. Harimau ditipu dengan terompet dari Tuhan. 12. Kancil bertemu kembali dengan keong dan mengadakan perlombaan. Kancil kalah, akhirnya diberi wejangan tentang kehidupan di dalam guwa garba, agama Islam, ajaran S'eh Imam Supingi, ajaran Nabi Muhammad dan lain-lain. 13. Kancil bertemu dengan babi hutan, harimau dan gajah Keempatnya pergi mencari ikan. 14. Kancil membunuh raksasa. 15. Kancil bertempur dengan buaya. 16. Kancil pergi ke Mesir dan bertemu dengan Putri Mesir. 17. Kancil berubah wujud menjadi seorang pria tampan, menikah dengan putri Mesir setelah mengalahkan Adipati Basunanda. 18. Kancil yang telah berubah menjadi pria tampan bertahta di Mesir. Cerita Kancil versi ini lebih dekat pada cerita kancil versi Van Dorp walaupun ada perbedaannya. Sebagian besar pokok ceritanya sama: Perbedaan hanya terletak pada akhir episode yaitu ketika kancil berada di Mesir. Teks Van Dorp berakhir dengan kematian Kancil di tangan Adipati Basunanda, sedangkan naskah ini diakhiri dengan kemenangan Kancil atas Basunanda. Teks ini terdiri dari 76 pupuh, banyak di antaranya pendek-pendek, atau bahkan terdiri atas satu bait saja. Mandrasastra sudah membuat ringkasan dari naskah ini pada bulan November 1933. Ringkasan sebanyak 16 halaman tersebut dimikrofilm bersama-sama naskah ini. Daftar pupuh: (1) dhandhanggula; (2) gambuh; (3) sinom; (4) kinanthi; (5) dhandhanggula; (6) pucung; (7) duduk; (8) sinom; (9) durma; (10) asmarandana; (11) pangkur; (12) pucung; (13) asmarandana; (14) durma; (15) dhandhanggula; (16) duduk; (17) sinom; (18) durma; (19) gambuh; (21) asmarandana; (22) pangkur; (23) dhandhanggula; (24) pucung; (25) dhandhanggula; (26) sinom; (27) pucung; (28) asmarandana; (29) dhandhanggula; (30) sinom; (31) pangkur; (32) asmarandana; (33) dhandhanggula; (34) sinom; (35) dhandhanggula; (36) sinom; (37) durma; (38) pangkur; (39) durma; (40) asmarandana; (41) asmarandana; (42) kinanthi; (43) asmarandana; (44) dhandhanggula; (45) sinom; (46) durma; (47) dhandhanggula; (48) kinanthi; (49) dhandhanggula; (50) asmarandana; (51) pangkur; (52) kinanthi; (53) mijil; (54) dhandhanggula; (55) kinanthi; (56) mijil; (57) kinanthi; (58) sinom; (59) mijil; (60) dhandhanggula; (61) kinanthi; (62) mijil; (63) kinanthi; (64) maskumambang; (65) dhandhanggula; (66) sinom; (67) pangkur; (68) durma; (69) dhandhanggula; (70) mijil; (71) dhandhanggula; (72) sinom; (73) durma; (74) dhandhanggula; (75) maskumambang; (76) pangkur. Naskah sama sekali tidak memuat nama pengarang teks atau penyalin naskah. Pupuh pertama hanya menyebutkan peringatan kelahiran K.B.R.A. Pati pada Sabtu Wage\ 25 Sapar, Wawu 1779, tetapi penanggalan tersebut penuh dengan ketidakcocokan atau kekeliruan (mulai dari nama warsa, hingga kecocokan hari-pasaran-tanggal, dst), sehingga meragukan untuk pegangan masa penyalinan. Pada awal tahun 1930an naskah ini dimiliki Kanjeng Bendara Jayengharjana (Harjawigena) seperti tertulis pada keterangan di h.i. Ia membeli naskah ini dari R.T. Patih Jayeng Irawan dari Istana Pakualaman Yogyakarta, pada tangal 17 Maret 1932 seharga /5,00 (h.ii). Pada h.ii-iii, h.l terdapat cap bertuliskan nama R.M.T Djajeng Irawan, Pakualaman Jogjakarta. Naskah kemudian dibeli oleh Pigeaud di Yogyakarta pada tangal 24 Mei 1933.