Naskah dluwang ini memuat kumpulan undang-undang atau tata hukum yang menyangkut berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa, baik perdata maupun pidana, khususnya di Surakarta dan Yogyakarta pada sekitar abad ke-18. Isi secara ringkas serat Angger-Angger ini adalah sebagai berikut: 1. Pepacak Dalem Sinuhun Surakarta (h.1-59), menguraikan berbagai undang-undang atau hukum yang mengatur kehidupan masyarakat luas baik yang menyangkut perdata maupun pidana. Menurut keterangan pada h.l, teks ini berasal dari Adipati Sasradiningrat setelah mengadakan kesepakatan dengan para pembesar di Surakarta Hadiningrat dan atas izin residen di Mangkunegaran; 2. Angger Ageng (h.60-181), menguraikan berbagai undang-undang atau hukum yang mengatur kehidupan masyarakat luas, baik yang menyangkut perdata maupun pidana (mirip dengan masalah-masalah di atas). Menurut keterangan pada h.60, serat ini merupakan hasil pembicaraan Patih Sasradiningrat dari Surakarta dengan Patih Danureja dari Yogyakarta setelah mendapat izin dari residen di Mangkunegaran dan Pakualaman, berkenaan dengan tata cara pengadilan. dalam masalah-masalah yang menyangkut rakyat kedua kerajaan tersebut; 3. Angger Pradata (h. 182-237), menguraikan berbagai undang-undang atau hukum yang mengatur kehidupan masyarakat terutama berkenaan dengan masalah-masalah perdata. Menurut keterangan di h.182, teks ini adalah merupakan pemut nawala (surat perundang-undangan) dari Sinuhun di Surakarta, ditujukan kepada Jaksa Among Praja yang berisi aturan-aturan dalam pelaksanaan pengadilan; 4. Angger-Anggeran (h.238-244), menguraikan berbagai undang-undang atau hukum yang mengatur kehidupan abdidalem di kraton Yogyakarta Hadiningrat. Menurut keterangan pada h.238, undang-undang ini berasal dari Raden Adipati Danupraja; 5. Serat Pethikan Nitisruti (h.247-269), menguraikan moral Jawa yang berasal dari Serat Nitisruti, akan tetapi tidak sampai selesai. Diuraikan dalam bentuk tembang macapat berjumlah 34 pada dalam metrum dhandhanggula, dimulai dengan Ingsun karya teladha palupi, panpineksa kinen akaryaa; 6. Cathetan Tembung-tembung Walandi (h.270-271), menguraikan beberapa kata bahasa Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa. Kata-kata yang diuraikan di sini diambil dari bahasa sehari-hari, seperti: nasi, daging, garpu, kuda, dan sebagainya; 7. Pratelan Cacahipun Kagungan Dalem Siti (h.273-275), menguraikan inventarisasi kekayaan luas tanah milik kraton Surakarta; 8. Pratelan Cacahing Siti Dhusun Gadhahanipun Partawijaya lan Sanes-sanesipun (h.276-283), menguraikan inventarisasi kekayaan luas tanah milik Partawijaya dan beberapa orang lainnya. Teks naskah ini sama sekali tidak menyebutkan nama pengarang atau nama penyalin, tanggal dan tempat penulisan atau penyalinannya. Namun berdasarkan kertas yang dipakai, serta bentuk dan gaya tulisannya, diperkirakan naskah ini disalin sekitar tahun 1880an (?). Menurut catatan Pigeaud (h.i), naskah ini berasal dari Surakarta, akan tetapi dibeli di Yogyakarta pada tahun 1935. Mandrasastra telah membuat ringkasan isinya pada bulan Juli 1936 (terlampir). Untuk teks-teks lain yang mirip atau bahkan sama dengan Serat Angger-Angger ini, lihat MSB/H.6-9, YKM/W.243a, dan FSUI/HU.6.