Bertentangan dengan tujuannya untuk memelihara perdamanan dan keamanan internasional serta melindungi hak asasi manusia, Pasukan Perdamaian mejadi sorotan karena serangkaian pelanggaran hukum yang dilakukan anggotanya. Kasus terbesar adalah eksploitasi seksual anak-anak dan wanita di daerah misi.Tanggung jawab atas pelanggaran hukum tersebut cukup sulit mengingat kompleksitas suatu Operasi Perdamaian, terutama struktur keanggotaan dan kotrolnya yang terbagi antara PBB dan Negara Pengirim. Selain tanggung jawab yang dikenakan pada individu, Negara dan Organisasi Internasional juga dapat dikenakan tanggung jawab jika tindakan individu tersebut dapat diatribusikan. Dalam menjawab permasalahan tanggung jawab perihal eksploitasi seksual, ketentuan dalam SOFA dan Participation Agreement serta teori-teori atribusi perlu ditelaah untuk menentukan pihak mana sajakah yang memikul tanggung jawab.
Contrary to its purpose in maintaining international peace and security and protecting human rights, Peacekeeping Forces have been noted for violations conducted by their members. The biggest case is the case of sexual exploitation of local women and children. Responsibility for such violation is a complicated matter remembering the compexity of a Peacekeeping Operation, particularly its structure and control which is divided by the UN and The Troop Contributing Country. Aside from individual reponsibility, State and International Organization can also be held responsible if the violatin is attribuble to them. Thus, in answering the question of responsibility for sexual exploitation, we must apply the provisions in SOFA and Participation Agreement as well as attribution theories available under international law.