ABSTRAKPenulisan skripsi ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu mengetahui gambaran secara umum mengenai masalah masalah perkawinan, baik menurut KUH Perdata maupun menurut Undang-Undang Perkawinan (UU.No. 1/1974) dan menperbandingkan mengenai masalah waktu tunggu yang diatur dalam KUH Perdata dengan yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan. Untuk mencapai tujuan-tujuan di atas, dalam membahas permasalahan telah dilakukan penelitian sehubungan dengan penulisan skripsi ini. Penelitian yang dimaksud dapat dibedakan menjadi dua, penelitian normatif ( kepustakaan ), yaitu penelitian data yang berasal dari buku-buku dan penelitian empiris (lapangan) yaitu dengan melakukan penelitian kepengadilan untuk mendapatkan keputusan-keputusan yang berkaitan erat dengan pokok permasalahan. Suatu hubungan perkawinan pada hakekatnya berlangsung skekal. Namun demikian hal ini bukan berarti adanya larangan untuk bercerai atau tertutup kemungkinan mengadakan pemutusan hubungan perkawinan. Baik KUH Perdata maupun UU.No.l tahun 1974 mengatur/membolehkan perceraian dengan beberapa alasan tertentu yang telah digariskan. Bagi seorang wanita yang telah putus perkawinannya dan ingin melangsungkan perkawinan yang baru, berkewajiban memenuhi jangka waktu tunggu tertentu (pasal 34 KUH Perdata dan pas.al 11 UU.No. 1/19 74) . Waktu tunggu ini dimaksudkan untuk mencegah percampuran benih (Confusio Sanguinis.). Namun demikian terdapat perbedaan di antara keduanya dalam- hal pengaturannya, di mana pengaturan waktu tunggu menurut UU. No . 1/1974 sudah jauh lebih sempurna, yaitu memperincinya dengan memperhatikan sebab-sebab putusnya perkawinan dan juga keadaan dari si wanita.