ABSTRAKAkhir-akhir ini pemberian kuasa semakin popular dalam lalu lintas hukum, baik dalam persengketaan di muka pengadilan, maupun untuk perbuatan-parbuatan hukum lainnya, separti jual beli, sawa-manyawa dan sabagainya. Panulis malihat bahwa pamberian kuasa ini merupakan suatu parbuatan hukum yang paling banyak
dijumpai dalam masyarakat.
Sehubungan dengan pamilihan judul skripsi ini, maka pambarian kuasa yang marupakan matari pokok skripsi ini, adalah pemberian kuasa terhadap seorang pengacara dan belum ada Undang-Undarig yang mengaturnya secara khusus, kecuali beberapa peraturan peninggalan pemarintah kolonial. Dalam hal ini, kedudukan seorang pengacara (seorang kuasa) sangat lemah di pengadilan,
sedangkan dia mempunyai tanggung jawab terhadap kliennya.
Berdasarkan hal itu, maka penulis berusaha untuk meinbahasnya, memperbandingkannya, antara teori dan kenyataan dalam praktek sehari-hari.
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan mengadakan wawancara dan study kepustakaan.
Dalam perkembangannya, pemberian kuasa telah berkembang sedemikian rupa seperti yang dikenal dengan nama bantuan hukum, namun ada pula yang akhirnya dihapuskan seperti pemberian kuasa mutlak dalam hal jual beli tanah.
Dewasa ini, hampir untuk setiap perbuatan hukum, orang memerlukan jasa orang lain untuk melaksanakannya, terutama untuk beracara di pengadilan, maka untuk
menghindarkan kesulitan-kesulitan sebaiknya diperhatikan mengenai persyaratan pemberian kuasa tersebut, serta subyek hukum yang dapat menjadi kuasa, kemudian mengenai jangka waktu dan berlakunya surat kuasa ter sebut.