ABSTRAKDalam melaksanakan azas pemerataan seperti yang tercantum didalam GBHN (Tap No. IV/1IR/ 1978), untuk pelaksanaannya diperkan suatu dana dalam bentuk kredit yang disalurkan oleh bank bank pemerintah maupun swasta. perjanjian kredit merupakan dasar hukum dalam pemberian kredit dan untuk pengamanan bagi kredit yang disalurkan tersebut dikuatkan dengan adanya jarninan berupa barang-barang bergerak dan tidak bergerak. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok (innominat) yang dilengkapi dengan perjanjian lainnya yang bersifat accesoir yaitu perjanjian mengenai jaminan. Perjanjian kredit tunduk pada ketentuan umum Perjanjian yang diatur didalam KUH Perdata, menganut sistem terbuka dimana para pihak bebas mencantumkan apa saja yang diinginkan sepanjang tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Karena azas terbuka tersebut maka terbuka kemungkinan lain yang diatur oleh KUH Perdata dan itulah sebabnya ingin disoroti jaminan apa, pengikatan macam apa dan proseclure bagaimana yang ditempuh para pihak dalam suatu pemberian kredit. Dasar hukum perjanjian kredit ialah UUP 1967 30. pasal 1754 KUH Perdata. pada hakekatnya jaminan kredit yang pertama adalah icepercayaan, agar kepercayaan ini terwujud bila perjanjian tidak dilaksanakàn semestinya maka diperlukan jaminan dalam bentuk jaminan umum berdasarkan pasal 1131 KUH Perdata dan jaminan khusus didasarican pada pasal 24 UUF 1967 yang dalam prakteknya di Bank Dagang Negara terdiri atas jaminan utama dan jaminan tambahan, juga dalam praktek eksekusi langsung atas jaminan tidak pernah dilakukan oleh bank dalam hal debitur wanprestasi. Eksekusi jaminan harus melalui PIJFN yang mana prosesnya lama dan biayanya mahal, sebaiknya dialihkan pada pengadilan perdata atau lebih baik lagi oleh bank sendiri deini menogakkan wibawa hukum. Selain itu perlu dipikirkan pembentukan peraturan mengenai jaminan yang bersifat unifikasi.