ABSTRAK1. Masalah pokok.
Selaras dengan perkembangan ekonomi dan pembangunan di Indonesia, kebutuhan akan pertanggungan semakin meningkat bagi masyarakat dan bagi pembangunan. Khusus pertanggungan kebakaran bagi dunia usahapun semakin penting karena dengan mengalihkan resiko kepentingannya akan sangat membantu mengurangi kerugian. Namun untuk terciptanya hubungan hukum diperlukan perjanjian. Perjanjian tersebut secara umum dilingkupi oleh ketentuan-ketentuan perjanjian pada umumnya dalam KUH Perdata dan secara khusus diatur dalam KUH Dagang.
Dalam praktek ternyata banyak hal-hal yang penting untuk dibahas, seperti luasnya resiko yang dijamin, kapan saat lahimya perjanjian atau kapan berlakunya pertanggungan, unsur itikad yang sangat baik, prinsip kepentingan dan indenititas/keseimbangan, yang kesemuanya berkait erat dengan perjanjian pertanggungan kebakaran itu sendiri. Maka dengan dasar pertimbangan tersebut di atas dipilih judul 'Tinjauan perjanjian pertanggungan kebakaran di Indonesia' dan kiranya sangat relevan dengan kemajuan perekonomian serta pembangunan dewasa ini.
2. Methode penelitian.
Pengumpulan data dan fakta untuk menunjang pembuatan skripsi ini penulis melakukan penelitian kepustakaan untuk mendapatkan data-data yang diambil dari buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah, catatan kuliah serta peraturan-peraturan
yang berkaitan dengan penulisan skripsi, kemudian juga penelitian lapangan yaitu dengan mengadakan wawancara langsung dengan pejabat-pejabat dari PT (Pesero) Asuransi Jasa Indonesia, Samarang Sea & Fire Insurance Ltd.., Sub Bit. Asuransi Kerugian Departemen Keuangan serta orang-orang yang kami anggap ahli dalam bidang hukum dan perasuransian.
3. Hal-hal yang ditemukan.
Persetujuan pertanggungan dalam KUH Perdata hanya disebut dalam satu pasal yaitu pasal 1774 yang kemudian secara khusus diatur dalam KUH Dagang, namun perjanjiannya juga tunduk pada perjanjian pada umumnya dari KUH Perdata sepanjang tidak diatur dalam KUH Dagang atau yang diperjanjikan.
Dalam praktek perjanjian pertanggungan kebakaran dituangkan dalam polis dan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 216/KMK.011/1981 jo. keputusan KOTAP Tarip Asuransi Kebakaran maka untuk perjanjian kebakaran harus menggunakan Polis Standart Kebakaran Indonesia (PSKI) dan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia sejak 1 Januari 1982. Tetapi polis bukan syarat untuk adanya perjanjian, hanya sebagai bukti yang sempurna.
Pembentukan perjanjiannya harus melalui suatu proses pengisian Surat Permintaan Pertanggungan Kebakaran oleh tertanggung, kemudian dibuatkan Nota penutupan Asuransi (cover note) yang berfungsi sebagai pengganti polis, maka sejak di tandatanganinya cover note tersebut oleh penanggung pertanggungan sudah berlaku. Dalam habungan berlakunya pertanggungan, dalam pasal I PSKI menimbulkan masalah yaitu mengenai pemberian tenggang waktu, maka apakah berlakunya pertang gungan setelah dibayarnya premi atau apakah dengan pemberian tenggang waktu tersebut berarti bila ada klaim dalam batas waktu tersebut tetap dapat dibayar walau preminya belum dibayar. Dan bagi penanggungpun menjadi masalah kapan premi harus ditarik.
Prinsip asuransi yang sangat penting ialah prinsip Utmost good faith atau itikad yang sangat balk yang lebih dari pasal 1338 (3) KUH Perdata, kemudian prinsip kepentingan dan Indemnitas/keseimbangan, yang ketiganya harus ada dan dilak sanakan dalam pertanggtingan kebakaran. Dalam pengajuan klaim kadang-kadang timbul perselisihan yang dapat mengenai pelaksanaan dan/atau penafsiran.
Dalam kenyataannya yang terbanyak diselesaikan secara musyawarah, tapi bila tidak tercapai diselesaikan melalui arbitrase yang klausulanya menentukan bahwa keputusan arbitrase itu bersifat final dan mengikat. Namun apabila dalam keputusan
itu terdapat hal-hal yang bertentangan dengan suatu UU,azas atau lainnya yang kiranya dapat mempengaruhi putusan, maka pihak yang dikalahkan dapat mengajukan gugatan yang melawan perintah eksekusi pada pengadilan negeri yang mengeluarkan dan terhadap putusan ini terbuka banding dan kasasi.
4. Kesimpulan dan saran.
Pertanggungan kebakaran sangat panting peranannya bagi dunia usaha, karena dengan mengalihkan resiko akan sangat membantu mengatasi kerugian, Untuk itu diperlukan perjanjian. Polis Standart Kebakaran Indonesia yang dipergunakan
sudah cukup baik, namun sangat disayangkan perumusan pasal I PSKI tentang pembayaran premi dapat membingungkan calon tertanggung maupun penanggung. Demikian juga klausula arbitrase itu sangat membatasi upaya hukum dalam menyelesaikan perselisihan yang timbul.
Untuk itu disarankan agar dapat merangsang dan menumbuhkan citra dan kepercayaan masyarakat kepada asuransi supaya perusahaan-perusahaan asuransi bersama pemerintah memberikan penyuluhan dan penjelasan arti pentingnya pertanggungan bagi masyarakat dan pembangunan, juga apa-apa yang harus dilakukan dalam membentuk perjanjian pertanggungan. Demikian pula agar pasal I PSKI ditinjau kembali, dan untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul agar para pihak diberi kebebasan untuk mencari upaya penyelesaian sendiri.