ABSTRAKI. Dewasa ini kebutuhan akan gedung perkantoran di kota-kota besar, terutama di DKI Jakarta, tidak dapat dielakkan lagi. Ini menyebabkan beberapa waktu yang lalu banyak daerah pemukiraan dipergunakan untuk perkantoran. Untuk mengatasi ini, dibuka kesempatan bagi perusahaan perusahaan dalam rangka penanaman modal ikut berpartisipasi dalam pembangunan gedung perkantoran. Salah satu perusahaan tersebut adalah P.T.SUMMITMAS PROPERTY yang membangun gedung perkantoran bertingkat 20 di Jl. Jenderal Sudirman, Raveling No.61-62 Jakarta Selatan. II. Pembangunan memerlukan tanah sebagai sarananya. Untuk mendapatkan tanah ini, pengusaha perlu memperhatikan beberapa hal antara lain : rencana tata guna tanahnya, status hukum pengusaha sendiri, subyek-subyek hak atas tanah, dan status tanah yang tersedia. Juga perlu diketahui bagaimana caranya mengetahui status tanah yang tersedia itu. III. Untuk perusahaan dalam rangka penanaman modal, tatacara - penyediaan dan pemberian hak atas tanahnya, diatur dalam PMDN 5/1974, PMDN 5/1977, PION 3/1974, dan PMDN 12/1984. Dari peraturan-peraturan ini, yang masih berlaku adalah PMDN 5/1974 dan PMDN 12/1984. IV. Tanah yang tersedia dapat diperoleh dengan berbagai cara yang dalam garis besarnya dapat dibedakan dalam 2 kelompok ; 1. Penguasaan tanah yang tidak bersumber langsung dari Negara dapat dilakukan dengan sewa menyewa. 2. Penguasaan tanah yang bersumber langsung dari Negara dapat dilakukan dengan : - permohonan hak atas tanah - pemindahan hak - pembebasan hak. Pada waktu P.T. SUMMITMAS memperoleh tanah yang diperlukan, tatacara penyediaan tanah pada waktu itu baru diatur dalam PMDN 5/1974 dan PMDN 5/1977. Tanah diperoleh P.T. SUMMITJyiAS melalui acara pembebas an hak, tetapi tatacaranya berbeda dengan peraturan yang berlaku. VI. Kesimpulan : Penyimpangan terhadap peraturan yang ada mengenai pembebasan tanah, tidak hanya dilakukan oleh pengusaha, tetapi juga oleh aparatur aparatur di bidang agraria sendiri , maupun oleh Pemerintah DKI Jakarta. Saran : a. Peraturan-peraturan di bidang agraria yang memuat kewajiban, hendaknya diberi sanksi untuk pelaksanaannya. b. Kemampuan aparatur di bidang agraria harus terus ditingkatkan. c. Peraturan Daerah hendaknya jangan bertentangan, tetapi harus menunjang pelaksanaan peraturan-peraturan yang bersifat Nasional.