UI - Skripsi Membership :: Kembali

UI - Skripsi Membership :: Kembali

Aspek hukum perdata bedah plastik.

Nurul Hayati; Herkuntanto, supervisor; Sri Susilowati Mahdi, supervisor (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995)

 Abstrak

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dalarn beberapa dekade belakangan
ini berkembang sangat pesat, terutarna sejak berakhirnya Perang Dunia ke-2. Diantara
kemajuan di bidang kedokteran yang saat ini banyak diminati orang adalah bidang bedah
plastik (plastic surgery). Menurut Ensiklopedi Indonesia, bedah plastik adalah cabang
ilmu bedah yang mempelajari cara melakukan perbaikan bentuk organ tubuh yang tidak
sempurna (hal.269-270). Oleh sebab itu tujuan dati ilmu yang di Indonesia dikembangkan
pertama kali oleh Prof Moenadjat Wiraatmaja adalah untuk peningkatan fungsi organ
tubuh yang tidak/kurang sempurna serta mengurangi kecacatan yang mengganggu.
Dalam perkembangannya, ternyata ilmu bedah plastik ini juga dipergunakan untuk
mempercantik diri, memperbaiki penampilan fisik yang dirasa kurang sempurna meski
tidak cacat. Melalui pemaduan dengan ilmu kecantikan, maka lahirlah ilmu bedah kosmetik
(cosmetic surgery). Tindakan-tindakan dalam bidang bedah plastik biasanya barn dapat
dikatakan berhasil bila pasien puas setelah tindakan itu dilakukan. Namun hila yang terjadi
sebaliknya, pasien merasa tidak puas akan hasilnya maka besar kemungkinan hal ini akan
menjadi masalah hukum. Narnun mungkinkah hila pasien tidak puas itu berarti ada
kesalahan dokter? Tentu perlu ditelaah lebih jauh lagi, misalnya apakah tindakan dokter
sudah sesuai dengan Standar Profesi? Memang kasus tuntutan terhadap kegagalan operasi
menunjukkan peningkatan bila kita baca di surat kabar belakangan ini. Hal ini karena
dalam tindakan bedah plastik terdapat banyak aspek hukumnya. Salah satu aspek
hukumnya adalah bahwa hubungan dokter dengan pasien dalarn bidang bedah plastik ini
termasuk Inspanningverbintenis dan bukan Resultaatverbintenis. Artinya bahwa dok1er
tidak dapat menjamin hasil dari setiap tindakan bedah plastik tetapi hanya akan berupaya
semaksimal mungkin. Juga perihal kewenangan yakni dokter apa yang berwenang untuk
melakukan tindakan bedah plastik itu? Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
selain Dokter Spesialis Bedah Plastik, yang berwenang juga Dokter Spesialis THT,
Dokter Spesialis Mata dan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Tentunya kewenangan
tersebut tergantung pada bidang spesialisasinya. Juga seorang dokter yang melakukan
tindakan bedah plastik harus tetap memperhatikan hak-hak pasien, khususnya penerapan
hak atas informed consent. Dengan informasi itu diharapkan pasien tidak akan mempunyai
harapan yang berlebihan akan hasilnya, tapi juga tidak merasa takut yang tidak wajar pula.
lni akan banyak memberi manfaat kepada pasien maupun dokternya serta dapat menghindari dati tuntutan malapraktek medis. Hal yang disebutkan di atas hanyalah
sebagian kecil dari masalah-masalah hukum yang timbul dari tindakan bedah plastik
disarnping masalah lain seperti bagaimana tanggung jawab dokter dan rumah sakit bila
terjadi malapraktek, bagaimana aturan hukum yang ada mengenai penyelenggaraan
bedah plastik yang mempunyai keunikan dan kekhususan dibanding tindakan bedah lain.
Oleh sebab itu menarik penulis untuk mengungkap lebih jauh hal itu dalam skripsi ini.

 File Digital: 1

Shelf
 S-Nurul Hayati.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Skripsi Membership
No. Panggil : S-pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : viii, 75 pages ; appendix.
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
S-pdf 14-22-75791037 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20202783
Cover